UNAIR NEWS – Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur (Jatim) Dr. Ir. Drajat Irawan SE., SH., MT memberikan sambutan dalam Diskusi Panel Nasional Industri Hasil Tembakau (IHT). Menurutnya, Jatim merupakan salah satu provinsi penghasil cukai dan tembakau terbesar di Indonesia. Berdasarkan data per tahun 2020, kontribusi Jatim terhadap penerimaan cukai negara sebesar 101,09 triliun atau sebesar 59,83 persen dari total penerimaan cukai nasional.
Diskusi nasional tersebut diselenggarakan oleh Laboratorium Pengembangan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga (LPEP-FEB-UNAIR). Bertempat di Ruang KRT Fadjar Notonagoro, Diskusi Panel Nasional diadakan secara daring dan luring atau hybrid pada Kamis (9/9/2021).
Dr. Drajat menuturkan bahwa saat ini bangsa di berbagai penjuru dunia masih dalam masa pandemi Covid-19. Hal tersebut tentu akan mempengaruhi segala aspek kehidupan manusia, baik pada aspek sosial, ekonomi, maupun kesehatan.
“Untuk itu, pada masa pandemi, diharapkan semua masyarakat bisa melakukan aktivitas yang mematuhi protokol kesehatan agar penularan dapat ditekan dan pandemi bisa segera berakhir,” ungkapnya.
Lebih lanjut Dr. Drajat menerangkan bahwa kontribusi Jatim terhadap penerimaan cukai negara sebesar 59,83 persen dari total penerimaan cukai nasional. Sejak tahun 2008 hingga 2019, rata-rata kontribusi Jatim terhadap penerimaan cukai nasional selalu di atas 50 persen.
“Belum lagi data-data sumbangan devisa dari tembakau dan rokok yang memiliki angka yang juga signifikan,” tuturnya.
Meskipun demikian, industri rokok skala kecil di Jatim berdasarkan dari data, dari tahun ke tahun mengalami penurunan yang signifikan. Apalagi ketika pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Hal tersebut memunculkan dampak-dampak negatif seperti peningkatan pengangguran dan turunnya kesejahteraan rumah tangga petani tembakau.
Pada tahun 2020, jumlah industri rokok di Jatim tercatat total sebanyak 254 industri. Sebanyak 134 dari industri tersebut, sudah mengantongi izin operasional dan mobilitas industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 90.000 orang atau sebesar 56 persen dari pekerja langsung IHT di Indonesia.
IHT menjadi bagian yang sangat strategis di Jatim karena sumbangan terhadap PDB cukup signifikan. Rasio penerimaan cukai hasil tembakau, selalu dikembalikan ke daerah dalam bentuk dana bagi hasil cukai tembakau dan pajak rokok.
“Beberapa program tertentu dilaksanakan di provinsi (Jatim, red) mulai dari peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, lingkungan social, hingga sosialisasi bidang cukai,” ungkapnya.
Dana bagi hasil cukai tersebut, menurutnya, selama ini memberikan kebermanfaatan untuk kesejahteraan masyarakat, penegakan hukum dan kesehatan. Di masa pandemi, bidang bidang kesejahteraan dan pelayanan kesehatan menjadi bagian penting untuk pemulihan perekonomian di daerah.
“Termasuk di dalamnya adalah kegiatan yang terkait dengan preventif maupun kuratif serta penurunan dan penanganan pandemi Covid-19,” jelasnya.
Pada akhir, Dr. Drajat berharap diskusi panel dapat menghasilkan rekomendasi dan strategi bagi kebijakan iHT di tahun-tahun mendatang. Dengan demikian, keberlangsungan pertembakauan di Indonesia bisa terus berjalan.
“Harapannya keberlangsungan pertembakauan di Indonesia bisa terus berjalan sebagai warisan budaya sekaligus mata pencaharian masyarakat,” pungkasnya. (*)
Penulis : Sandi Prabowo
Editor : Binti Q. Masruroh