UNAIR NEWS– Maloklusi adalah penyakit multifaktorial yang berhubungan erat dengan faktor genetik dan lingkungan, bukan etiologi tunggal. Jika faktor penyebab maloklusi sudah jelas, penyembuhan atau peningkatan maloklusi dapat dilakukan dengan mengesampingkan penyebabnya. Begitu paparan Prof Kotaro Tanimoto DDS PhD pada STOVIT Online Series yang digelar Sabtu, (14/5).
Lebih lanjut, Tanimoto menjelaskan mengenai faktor penyebab maloklusi pada anak secara garis besar terbagi dua, yakni faktor genetik dan faktor lingkungan. Pengobatannya pun berbeda tergantung fase pertumbuhan gigi yang sedang dialami anak itu. Pada faktor genetik, ia memaparkan data penderita penyakit genetik salah satunya adalah bibir sumbing. Namun, ia menegaskan bahwa belum terdapat bukti yang jelas mengenai hubungan antara genetik dan permasalahan maloklusi.
“Namun, pada banyak kasus belum jelas terbukti bahwa gen berpengaruh langsung terhadap maloklusi,” tegasnya.
Doktor yang berkecimpung di dunia ortodontis pada Hiroshima University itu pun menerangkan beberapa faktor lingkungan yang berefek pada maloklusi. Termasuk di antaranya adalah adanya gangguan pada sistem endokrin yang dapat mengakibatkan tertundanya erupsi gigi dan enamel hipoplasia. Gangguan nutrisi pada anak juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya mikrodonsia.
Pada umumnya, Tanimoto melanjutkan, pengobatan tidak dilakukan di fase pertumbuhan gigi pertama atau fase gigi desidui. Namun ada beberapa kasus yang membutuhkan penanganan lebih lanjut pada fase gigi desidui itu. Seperti kasus open bite pada anak yang umumnya terjadi karena kebiasaan mulut yang tidak baik. Tanimoto menganjurkan untuk menghilangkan kebiasaan mulut itu sebagai tindak pengobatannya.
“Untuk pengobatannya, kami memiliki beberapa pilihan seperti penggunaan thumbstalk atau tongue crib untuk mengurangi kebiasaan mulut itu,” ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, protrusi mandibula yang terjadi pada anak dengan fase pertumbuhan gigi desidui pada umumnya tidak membutuhkan pengobatan lebih lanjut. Kasus tersebut dapat sembuh dengan sendirinya seiring jalannya pertumbuhan.
Kemudian, lanjutnya, terhadap kasus deep bite. Dilansir dari alodokter.com deep bite adalah suatu bentuk maloklusi pada gigi dimana gigi di rahang atas menutup terlalu jauh ke depan dibanding gigi di rahang bawah. Tanimoto menjelaskan bahwa pada umumnya, masalah ini tidak diberikan penanganan dini jika terjadi pada fase gigi desidui. Namun jika terjadi pada fase gigi bercampur, harus segera ditangani.
Pada akhir, Tanimoto menganjurkan untuk menjaga kebiasaan mulut yang baik sejak kecil. Contohnya dengan tidak sering menghisap jari atau menjulurkan lidah yang memberikan penekanan ke arah luar bagi gigi depan atas dan tekanan ke arah dalam bagi gigi depan bawah yang dapat mengakibatkan terjadinya masalah open bite atau kasus lainnya.
Penulis: Alfiyya Rahmah
Editor: Nuri Hermawan