UNAIR NEWS – Skizofrenia merupakan gangguan mental yang dapat menyebabkan psikosis dan gejala lain pada penderitanya. “Penderita skizofrenia menunjukkan perilaku seperti cemas, halusinasi, delusi, mengalami kejadian psikosis, mudah marah, impulsif, illogical thinking, dan sensitif terhadap orang-orang disekitarnya,” jelas dr Ivana Sayogo Sp KjK pada agenda Halalbihalal sekaligus Siang Klinik yang diadakan Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Cabang Surabaya, Minggu (22/05/2022).
dr Ivana menyebut, banyak pasien dengan rentang usia 13-15 tahun di Indonesia menunjukkan tanda-tanda psikosis, namun hal tersebut tidak mengindikasikan gangguan skizofrenia.
“Fase prodromal psikosis umumnya muncul pada usia 18-25 tahun, dan jarang ada anak-anak dan remaja yang didiagnosis dengan skizofrenia,” tuturnya pada gelaran diskusi ilmiah yang mengangkat tema Peringatan Hari Skizofrenia Sedunia itu.
Prodromal merupakan gejala yang muncul sebelum terjadi suatu gangguan, di antara rentang waktu gejala pertama hingga gejala lainnya yang mendasari diagnosis gangguan mental. “Gejala prodromal psikosis seseorang dapat dipicu oleh kejadian trauma di masa lalu, seperti kekerasan, verbal bullying, hingga tidak adanya support system yang mendukung, sehingga mengarah pada Post Traumatic Stress Disorder (PTSD),” ungkap psikiater anak dan remaja Rumah Sakit Jiwa Menur tersebut.
dr Ivana menjelaskan, hampir seluruh individu pernah mengalami psychosis experience, seperti berhalusinasi atau mengalami kejadian mistis. Namun tidak semua individu yang mengalami psikosis mengalami skizofrenia.
“Pengalaman mirip psikosis itu disebut sebagai subthreshold, mirip dengan gejala gangguan psikosis tapi dalam kriteria dan kapasitas yang masih rendah,” jelasnya pada sesi diskusi yang dilaksanakan secara hybrid di Hotel Bumi Surabaya, dan melalui Zoom Teleconference itu.
“Penderita psikosis dapat diamati dari kapasitas mental, respon emosi, kapasitas mengenali kenyataan, dan cara berkomunikasi dengan orang lain yang sudah mencapai kondisi gangguan pada seluruh fungsi hidupnya,” ungkap dr Ivana.
Dapat Terjadi pada Anak
Walaupun gangguan skizofrenia yang melibatkan psikosis biasanya mempengaruhi individu pada awal usia dewasa, gejala psikosis juga dapat terjadi pada anak-anak dibawah 18 tahun, dan disebut Early Onset Schizophrenia (EOS).
“Gejala EOS dapat bervariasi dalam jenis dan tingkat keparahan dari waktu ke waktu,” jelas dr Ivana. Walaupun EOS sangat jarang terjadi pada anak-anak, diketahui EOS disebabkan oleh konsumsi alkohol dan narkoba, stress, kontaminasi virus dan bakteri, serta kekurangan nutrisi.
“Oleh karena itu pengobatan dan upaya preventif menjadi segala-galanya, pelayanan yang terintegrasi, deteksi dini pada anak dan remaja, dan mengurangi stigma di masyarakat untuk meminimalisir resiko gangguan jiwa perlu dilakukan,” ujarnya.
Pengobatan bagi anak-anak dan remaja yang menderita psikosis dapat dilakukan dengan medikasi, yaitu pemberian antipsychotics, melakukan psychotherapy, dan menyediakan pelatihan keterampilan.
“Semua itu tidak bisa dikerjakan sendiri-sendiri, perlu kolaborasi mulai dari tingkat rumah tangga, ibu-ibu PKK, sampai bidang yang lain untuk bersama memikirkan pengembangan solusi gangguan skizofrenia,” tambahnya. (*)
Penulis: Thara Bening
Editor: Binti Q. Masruroh