n

Universitas Airlangga Official Website

Ruby Castubee, Profesor Penyakit Gusi Sekaligus Musisi

Prof. Dr. Muhammad Rubianto, drg., M.S., Sp.Perio (K), yang lebih dikenal dengan Ruby Castubee. (Foto: Alifian Sukma)

UNAIR NEWS – Sosoknya ramah dan terlihat lebih muda dibandingkan orang seusianya. Ia meluangkan waktu sekitar satu jam lebih kepada UNAIR NEWS di sela-sela kesibukannya sebagai dosen, peneliti, dan musisi.

Sosok lelaki itu adalah Prof. Dr. Muhammad Rubianto, drg., M.S., Sp.Perio (K), yang dikenal dengan nama panggung Ruby Castubee. Dengan gayanya yang santai, lelaki berkemeja flannel itu bercerita banyak tentang hobi bermusiknya, kesibukan sebagai sivitas akademika, hingga impiannya terhadap Universitas Airlangga.

Kesukaannya bermusik diawali sejak ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Pada saat itu, Ruby berkeinginan untuk menciptakan sesuatu yang berjiwa muda sekaligus memberi semangat agar anak muda tak mudah tersesat. Seiring berjalannya waktu, ia secara bertahap mulai belajar bermain piano dan gitar dari seorang guru musiknya. Saat dirinya sudah mulai bisa bermain instrumen musik, ia mulai bergabung dengan salah satu grup musik terkenal pada zamannya bernama Kancil.

Setelah dari Kancil, Ruby bergabung dengan grup musik bernama Oktavia. Grup musik itu masih eksis hingga kini. Secara kebetulan, rumahnya berada di sekitar Jalan Untung Suropati. Pada masa itu, di kawasan rumahnya, berdiri sejumlah markas grup musik. Salah satunya, Oktavia. Selama bergabung di Oktavia, ia bermain gitar melodi dan pernah juga bermain di posisi penggebuk drum.

“Saya membuat satu kelompok musik, perkumpulan anak-anak muda Untung Suropati utara. Kumpulnya anak muda jaman itu di situ semua. Anak jenderal, tentara, di situ semua. Dari situ saya mulai mengembangkan musik saya sendiri. Setelah di situ, saya diambil sama band yang namanya band Oktavia. Band Oktavia ini itu kumpulnya anak SMAN 2 jaman dulu. Saya di situ main melodi. Selama melodi jelas, kemudian saya diajak terus main, saya diajak main drum,” kisah Ruby.

Ketika melihat Ruby muda sudah rutin bermain musik bersama rekan-rekannya, bapaknya sempat mengingatkan agar dirinya tak melupakan pendidikan. “Pendidikan harus tetap nomor satu,” tutur Ruby sembari mengingat perkataan bapaknya.

Usai lulus dari sekolah menengah atas, ia berhasil diterima di S-1 Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, UNAIR. Namun, hobi bermusiknya bagai pisau bermata dua pada saat itu. Ruby hanya bertahan di FK selama satu tahun. Akibat seringnya bermusik, Ruby mengurangi waktu belajar hingga akhirnya ia sakit panas ketika kuliahnya memasuki waktu ujian akhir semester. Ruby becerita, pada saat FK dipimpin oleh Prof. Asmino, ada suatu peraturan tertentu yang membuat dirinya dikeluarkan dari FK akibat tidak lulus ujian semester.

Pada tahun berikutnya, ia kembali mengikuti ujian masuk dan mendaftar di FKG UNAIR. Nasibnya berbuah manis hingga saat ini. Ia menjalani kuliah seperti biasa, tetap bermusik, dan akhirnya menyandang gelar sarjana kedokteran gigi.

“Teman-teman seangkatan saya jarang yang jadi profesor. Saya jadi profesor,” ujar Ruby seraya tertawa mengenang kisahnya.

Setahun lagi, tepatnya tahun 2018, ia memasuki masa pensiun. Profesor berusia 64 tahun itu kini mempersiapkan kegiatan-kegiatan di masa lanjutnya. Ia ingin bisa tetap bermain musik meski sudah pensiun dari dosen. Keinginannya itu ia buktikan sejak beberapa tahun belakangan. Ia mulai belajar membuat lagu secara otodidak. Saat ini, dari tangannya, Ruby sudah menghasilkan 30 lagu.

“Syaratnya saya harus bisa membuat lagu. Teman-teman saya yang dulu, saya kumpulkan untuk membuat band. Saat ini saya masih main di FKG. Tapi, lagu-lagu saya kan lagu plagiat semua. Ambil lagunya Red Zeppelin, Deep Purple, Chrisye. Tapi kalau menurut ilmu di sini, kan, nggak boleh ambil miliknya orang,” tutur penggemar grup musik The Rolling Stones.

Ruby Castubee memainkan gitar kesayangannya. (Foto: Alifian Sukma)

Suguhan pesan moral

Akumulasi cita-citanya masa kecil dan predikatnya sebagai seorang dosen mendorongnya untuk menciptakan lagu-lagu berirama soul, dan R ‘n B yang menjunjung pesan moral dalam lirik-liriknya. Ada banyak pesan yang disampaikan kepada penikmat musiknya dalam dua album yang telah ia rilis.

Dalam lagu Bosan, ia meluapkan kejenuhannya di tengah kehidupan yang penuh kungkungan peraturan.

“Karena waktu kecil, kita kita itu mesti nggak oleh ngene (tidak boleh begini dan begitu) tapi nggak ada solusinya. Sampai gede pun begitu. Peraturannya begini. Akhirnya saya membuat lagu yang namanya Bosan,” tutur Ruby.

Lagu lainnya berjudul SMS kependekan dari Senang Melihat Orang Senang. Lagu itu juga terinspirasi dari pengamatannya melihat orang-orang di sekitar yang cenderung susah melihat orang senang.

Ada pula judul lagu Ulah Cinta Anak Adam yang mengisahkan tentang kisah percintaan antarsesama. Ruby menuturkan, cinta adalah esensi kehidupan manusia meski perpisahan tak dapat dielakkan.

“Musisi itu kan cinta-cintaan kayak yok yok o ae. Lek wis tukaran, kayak musuh (Kalau bertengkar sudah seperti musuh, -red). Karena terus terang saja, pada waktu itu, angka perceraian itu kan tinggi karena nggak sabaran. Saya berikan pesan terhadap mereka lewat lagu Ulah Cinta Anak Adam,” kisah profesor kelahiran 8 September 1950 ini.

Ada pula lagu-lagu lainnya yang mengisahkan tentang polusi lingkungan dan rohani (Polusi) dan kecintaannya terhadap Surabaya (Surabaya KPK) dan almamater UNAIR (Melawan Bayang-bayang Kekalahan).

“Yang paling baru saya buat Melawan Bayang-bayang Kekalahan, karena saya nggak mau melihat UNAIR ini suatu saat hanya tinggal nama. Jangan! UNAIR itu tetap harus dikenang dan tetap eksis,” aku Ruby.

Lantas, apa pesan yang ingin Ruby sampaikan dari lagu-lagu yang ia ciptakan? “Cinta kasih, perdamaian, dan persatuan,” tegasnya.

Sampai saat ini, ia masih rutin bermusik. Bahkan, ia berencana untuk merilis album ketiganya pada tahun 2017 ini.

Membangun jiwa

Bermusik menjadi warna keseharian Ruby di tengah kesibukan sebagai dokter gigi dan dosen. Ia masih rutin mendendangkan gitar sembari bernyanyi di ruang kerjanya. Di ruang praktik dokter gigi di rumahnya, dipenuhi dengan kaset-kaset musisi favoritnya.

“Saya bantu orang (praktik) sambil mendengarkan kaset gitu. Saya dengerin kaset sambil saya ajak ngomong. Kemudian, begitu ada ide, saya tulis,” tuturnya.

Ia menyatakan sikap setuju saat ditanya pengaruh baik musik terhadap kesehatan seseorang. Ia pernah mendapatkan pasien yang tekanan darahnya tinggi, namun seketika turun setelah pasien diajak mengalunkan lagu kesukaannya.

“Ada yang namanya music for health (musik untuk kesehatan, -red). Jadi, kalau dokter gigi tidak bisa berseni, berarti kurang pas. Itu sangat mendukung saya, jiwa saya, hidup saya ditakdirkan di kedokteran gigi,” imbuhnya.

Selain bermusik dan praktik, Ruby juga masih aktif melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Ia masih mendidik, membimbing, dan menguji penelitian mahasiswa S-1, S-2, dan S-3. Menurutnya, hidup harus seimbang antara ilmu pengetahuan, moral, dan seni.

Ke depan, ia berharap agar segenap sivitas akademika secara bersama-sama dapat membangun ruh UNAIR sesuai motto Excellence with Morality. Ia senantiasa mengingatkan kepada para pendidik untuk terus mencetak calon kaum intelektual dan cendekiawan baru.

“Kita boleh untuk go international, tapi kita tidak sedang mendidik barang. Kita sedang mendidik orang cerdik pandai. Cendekiawan kabeh. Dia harus kreatif, mengekspresikan dirinya, bebas berpendapat, dan jangan dikekang,” pesannya mengakhiri. (*)

Penulis : Defrina Sukma S
Editor    : Binti Q. Masruroh