UNAIR NEWS – Kurangnya dokter spesialis paru membuat Indonesia sempat kewalahan menghadapi pandemi Covid-19 lalu. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mencatat, saat ini dokter paru di Indonesia pada tahun 2020 hanya berjumlah 1.206 orang. Dimana idealnya Indonesia memiliki minimal 2.500 dokter paru.
Sebagai salah satu perguruan tinggi dengan Fakultas Kedokteran (FK) tertua kedua di Indonesia, Universitas Airlangga (UNAIR) berkomitmen menjadi garda terdepan pencetak dokter-dokter unggul dan terbaik, tak terkecuali dokter spesialis paru.
Program Studi Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR berdiri sejak tahun 1957 yang kemudian berubah nama menjadi Program Studi Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi pada tahun 2011. Prodi ini sudah banyak melahirkan banyak dokter spesialis paru unggul.
Ketua Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi UNAIR, dr Isnin Anang Marhana Sp.P menjelaskan bahwa sejak tahun 1957 hingga sekarang, prodi terus berupaya melaksanakan pendidikan yang bermutu, unggul, dan diakui, baik di tingkat nasional maupun internasional.
dr Isnin mengungkapkan bahwa Program Studi Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi UNAIR memiliki keunggulan di bidang manajemen infeksi tuberkulosis sensitif dan resisten obat, manajemen onkologi toraks terpadu, intervensi medik toraks, manajemen penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), dan manajemen penyakit paru kerja.
Alumni Terkemuka
Terakreditasi A oleh Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Indonesia (LAM-Ptkes), prodi tercatat telah menghasilkan alumni ternama. Dekan FK Universitas Muhammadiyah Surabaya, dr Yusuf Wibisono; Direktur RSUD Sidoarjo, dr Atok Irawan; dan Kepala Dinas Kesehatan Sampang, dr Abdullah Najich merupakan beberapa di antaranya.
dr Isnin menjelaskan, dengan Indonesia yang merupakan penyumbang kasus tuberkulosis terbanyak kedua di dunia, membuat dokter spesialis paru yang kompeten sangat dibutuhkan. Ia juga memproyeksikan bahwa ke depan kebutuhan dokter spesialis paru dan tantangannya akan menjadi semakin rumit. Hal ini terjadi karena peningkatan pajanan partikel berbahaya dari industri serta peningkatan perokok muda yang meningkatkan potensi kanker paru.
Selain itu, maraknya pengobatan yang tidak sesuai standar seperti obat herbal tidak tepat guna, dukun, dan paranormal, serta perkembangan teknologi kesehatan yang hadir mungkin juga dapat menjadi tantangan pengobatan bagi pasien penyakit paru. Di sisi lain, dr Isnin menjelaskan bahwa jumlah dokter spesialis paru di Indonesia masih terbatas dan distribusinya belum terpenuhi di seluruh kabupaten/kota.
Oleh karena itu, Program Studi Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi UNAIR berkomitmen meningkatkan kualitas pendidikan sehingga mampu menghasilkan lulusan yang kompeten. dr Isnin percaya, melalui perbaikan kurikulum berbasis kebutuhan masyarakat, fasilitas, pelaksanaan kegiatan ilmiah dan kerja sama lintas sektor, Program Studi Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi UNAIR akan mampu menghasilkan dokter spesialis paru unggul yang siap menghadapi tantangan berat ke depan. (*)
Penulis : Ivan Syahrial Abidin
Editor : Binti Q Masruroh