UNAIR NEWS – Yang dipotret di buku ini adalah ceramah mendiang Cak Nur yang melintas zaman. Apa bukti kalau petuahnya melangkahi waktu? Silakan nikmati kumpulan berjudul 32 Khutbah Jum’at Cak Nur dan rasakan kerelevanannya saat ini.
Buku ini memberi gambaran keasyikan khutbah di Yayasan Waqaf Paramadina akhir 90-an. Pembaca dibawa berimajinasi, dia sedang berada di ruang kuliah yang gayeng dengan pembicara yang tidak membosankan.
Mengambil tema kehidupan sehari-hari, lulusan Chicago University ini seolah menyesuaikan diri dengan para hadirin. Mereka bukan hanya orang kampus. Namun juga, para karyawan kantor, pekerja serabutan, dan pemangku profesi lain yang luar biasa beragam dan memilih shalat Jum’at di sana.
Tanpa membaca teks, mantan ketua umum PB HMI ini membagikan pengetahuan. Topik khutbah tergolong ringan namun segar. Tentu, dia tidak menggali tema debatable yang akrab melingkupinya selama ini: sekularisme, liberalisme, dan plurarisme. Karena mungkin, dia paham, tema tersebut tidak tepat diusung dalam waktu sesingkat durasi Jum’atan.
Umumnya, khutbah Jum’at yang ada saat ini bersifat general dengan dalil yang diulang-ulang. Tidak salah memang. Cak Nur sendiri pernah mengatakan, wasiat takwa (pesan kebaikan) tak boleh berhenti diingatkan. Bahkan tidak mengapa bila saban hari digaungkan laksana jatung yang berdetak. Adapun yang membedakan ceramah Cak Nur dengan pendakwah zaman sekarang adalah kedalaman referensi dan variasi konten.
Kelengkapan informasi yang diberikan orisinal dan tidak pasaran. Sebagai contoh, kala berbicara tentang “Mendamaikan Persaudaraan Seiman” (halaman: 133), dia tidak sekadar menyitir Al Qur’an surah Al-Hujurat (49) ayat 9: Dan apabila ada dua golongan orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Lebih dari itu, dia bercerita sejarah dan kelompok muslim di masa setelah Nabi Muhammad wafat.
Ada tiga kelompok. Pertama, pewaris aristokrasi Makkah, Bani Umayyah, yang karakternya kaya dan berpengalaman di pemerintahan/politik. Kedua, kelompok populis-sosialis yang karakternya sangat saleh. Diidentikkan dengan para sahabat Nabi seperti Ali bin Abi Thalib, Abu Dzar Al Ghifari, dan Salman Al farisi. Sedangkan kelompok ketiga, kaum moderat yang disimbolkan dengan sosok Abu Bakar Shiddiq dan Umar Bin Khaththab. Mereka inilah penengah dan pemilik kebijaksanaan yang sempurna.
Dia tidak berkisah bahwa tiga kelompok itu bersilang sengketa. Namun paling tidak, Cak Nur mengisyaratkan, bahwa perbedaan sudah ada sejak di zaman lampau. Persoalan ini merupakan sunatullah atau hukum alam. Sehingga, mesti disikapi dengan kepala dingin.
Buku
Judul : Catatan Khutbah Jumat Cak Nur
Penulis : Nurcholish Madjid
Penerbit : Noura Books, Jakarta
Cetakan : Pertama, April 2006
Tebal : xvi + 409 halaman