Universitas Airlangga Official Website

Peringati Hari Anak Nasional, Amnesty UNAIR Gelar Webinar “Toxic Parenting: Pola Asuh Yang Menghambat Tumbuh Kembang Anak”

Dr. Primatia Yogi Wulandari, S.Psi., M.Si., Psikolog memaparkan materi tentang toxic family melalui zoom. (Foto: SS Zoom)

UNAIR NEWS – Idealnya keluarga menjadi pendidikan pertama bagi anak, terutama ibu sebagai madrasah pertama si buah hati. Konsep ideal keluarga dalam berbagai teori, mencakup tempat berlindung, sumber dari rasa nyaman, serta saling menyayangi.

Namun, tidak semua keluarga berfungsi dengan baik, atau dikenal dengan istilah toxic family (parent). Dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (UNAIR) Dr. Primatia Yogi Wulandari, S.Psi., M.Si., Psikolog menyebutkan fenomena ini merupakan disfungsional family pada webinar “Toxic Parenting: Pola Asuh Yang Menghambat Tumbuh Kembang Anak” oleh Amnesty UNAIR memperingati Hari Anak Nasional.

“Bukan orang tua saja yang toxic, hal itu bisa menimbulkan dampak ke semua anggota keluarga. Jadi dimana terjadinya perilaku yang kurang tepat, seringkali ada pengabaian, dan abusive ke anak secara terus menerus, atau tidak semua orang tua yang berperilaku seolah-olah toxic langsung dikategorikan toxic family,” jelas Dr. Primatia Yogi Wulandari, Rabu (27/07/2022).

Dosen yang kerap disapa Mima tersebut mengungkapkan adanya berbagai tipe orang yang toxic. Salah satunya, orang tua yang narsis akan mengikutkan anaknya dalam banyak kompetisi, sebagai ajang kebanggaan mereka sendiri.

Kemudian, orang tua tipe energy vampire. Mereka suka mengkritik apapun sampai energi positif orang sekitar tersedot. Lalu, ada tipe drama magnet. Orang tua yang membesar-besarkan masalah kecil yang terjadi atau tipe green eyed, suka menyalahkan anak dan lebih memilih peran playing victim.

“Ingat, keluarga merupakan suatu sistem. Di Psikologis, ada perspektif family system theory, yang menyatakan apa yang terjadi pada ibu dan ayah, akan terjadi ke anak-anaknya dan sebaliknya. Jadi, seperti lingkaran setan yang tidak berhenti, ini sebabnya isu keluarga penting untuk dibicarakan,” ujarnya.

Tidak Menyalakan Orang Tua

Menurut Ahli Psikologi Anak ini, biasanya orang tua tidak menyadari bahwa mereka merupakan korban dari pola asuh keluarga sebelumnya, jadi kita tidak bisa menyalakan orang tua. Perlu di garis bawahi, tidak ada sekolah bagi orang tua, sehingga hindari langsung blamming ke mereka.

Sebagai orang tua, terang Mima, dapat melakukan refleksi atau menyadari bahwa perilaku tersebut mengakibatkan masalah kesehatan mental bagi keluarga; mengakui kesalahan dan mulai mencoba pola komunikasi terbuka pada anak. Saat keluarga terbiasa dengan pola tertutup, maka sulit untuk menjalin komunikasi.

Dr. Primatia Yogi Wulandari memberikan pesan bahwa hidup ini pilihan. Ada 3 pilihan yang perlu dilakukan bagi korban toxic family atau parent, antara lain:

●   Pasif

Menerima semua segala perlakuan dan konsekuensinya, bertahan dan berharap semua akan menjadi lebih baik.

●   Berusaha secara aktif

Ada keinginan untuk memperbaiki, dengan menghentikan semua konflik dan perilaku. Sebagai anak, menurunkan ego dan mengatakan perasaan dan keinginan kalian tanpa menyalahkan, tetapi lebih ke tanggung jawab untuk berubah.

●   Menyelamatkan diri

Anda tahu kapan harus berhenti dan menjauh, agar dapat mengelola emosi dengan baik. Terima kondisi dan berdamai pada situasi, ini bukan keputusan pasrah, atau memilih untuk bahagia.

Penulis: Balqis Primasari

Editor: Nuri Hermawan