UNAIR NEWS – Fakultas Teknologi Maju dan Mulidisiplin Universitas Airlangga Kembali menggelar seminar nasional bertemakan Renewable Energy Integration: Policy, Technology, and Stability Challenge.
Agenda besar ini menghadirkan Andriah Deby Isna selaku Direktur Aneka EBT di Kementerian ESDM, Dewanto dari PLN, Ardi Nugroho dari PJB, Ahmad Rahma Wardhana dari UGM, Prisma Megantoro dari UNAIR, dan Nanang Hariyanto dari PT Quadran Energy Rekayasa.
Mewakili dekan fakultas teknologi maju dan multidisiplin, Prof Dr Retna Apsari menegaskan komitmennya dalam pengembangan dan penerapan EBT. Terlebih dengan dipilihnya ekspertis bidang EBT sebagai tenaga pengajar di FTMM.
“Kami merekrut pengajar yang kompeten dan berkapasitas untuk mendidik mahasiswa. Perkuliahan mahasiswa lebih asyik karena kami memfasilitasi laboratorium yang mumpuni,” ungkap Prof Retna.
Selain itu, mahasiswa juga sangat aktif mengikuti program pengabdian masyarakat berkaitan dengan penerapan EBT. Bahkan, tidak sedikit mahasiswa FTMM yang telah menyabet prestasi bergengsi dalam inovasi teknologi Energi Baru Terbarukan.
Lebih lanjut, FTMM juga telah menggelar pengabdian masyarakat di beberapa daerah yang berpotensi EBTnya. Seperti baru-baru ini di Pulau Bintan, tepatnya Desa Pengudang Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, di Pulau Gili Iyang Sumenep, di Megaluh Jombang, dan rencananya nanti di Tulungagung.
“Kami memberikan teknologi Solar Dryer Dome kepada masyarakat nelayan Desa Pengudang. Desa tersebut memiliki potensi besar pada bidang energi surya,” tandasnya.
Lebih lanjut, alat tersebut hasil inovasi yang menyatukan pengering ikan dengan panel surya. Inovasi Solar Dryer Dome disambut hangat oleh masyarakat karena dirasa sangat efisien dan bermanfaat untuk jangka Panjang.
Sementara itu, Dewanto perwakilan dari PT PLN menegaskan bahwa pengembangan pembangkit EBT pada tahun 2030 sesuai RUPTL sebesar 20,9 GW. Otomatis pada 2030 sebesar 24,8 persen bauran EBT akan diterapkan.
“Rencana penambahan total kapasitas pembangkit RUPTL 2021-2030 yakni 4,7 GW dari PLTS, 3,4 GW dari Panas Bumi, 10,4 GW dai PLTA, dan 2,5 GW dari EBT lainnya,” jelasnya.
Untuk mencapai persentase 23 persen bauran EBT pada 2025 diperlukan tambahan pembangkit EBT sebesar 10,6 GW. Selain menambahkan pembangkit EBT, inisiatif cofiring biomass PLTU juga meningkatkan energy mix.
Strategi PLN dalam mengoptimalkan penerapan pembangkit EBT diantaranya dengan mengembangkan pembangkit dengan pertimbangan keselarasan supply demand, potensi energi setempat, hingga ketahanan energi nasional keberlanjutan.
Kedua, dengan mengakselerasi pengembangan pada daerah defisit, serta daerah yang menggunakan BBM. Terakhir, pada sistem kelistrikan dengan reserve margin besar perlu dilakukan harmonisasi supply demand.
“Dukungan pemerintah, stakeholder dalam menumbuhkan iklim investasi di bidang industri dalam rangka demand dan pertumbuhan ekonomi,” pungkasnya.(*)
Penulis: Wildan Suyuti
Editor: Khefti Al Mawalia