UNAIR NEWS – Beberapa kepala daerah harus menuntaskan masa jabatannya tahun ini. Dari keseluruhan total 101 kepala daerah yang akan mengakhiri amanahnya pada 2022, tujuh di antaranya adalah gubernur. Tentunya, lantaran keputusan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 2024, posisi tersebut akan digantikan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) hingga terpilihnya kepala daerah definitif lewat mekanisme Pilkada serentak mendatang.
“Memang sesuai aturan, sudah selesai tidak ada perpanjangan, nanti akan digantikan oleh Plt (Pelaksana Tugas),” jelas pengamat politik Universitas Airlangga, Ali Sahab SIP MSi pada Rabu (7/9/2022).
Ketujuh gubernur tersebut ialah, Gubernur Aceh Nova Iriansyah, Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Banten Wahidin Halim, Gubernur Gorontalo Rusli Habibie, Gubernur Sulawesi Barat Muhammad Ali Baal Masdar, dan Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan.

Anies Menjadi Sorotan
Siklus pergantian gubernur seperti ini, tentu belum menjadi sebuah kelumrahan di tengah masyarakat. Memanasnya isu politik dan isu koalisi terus berkembang menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang. Tak terkecuali habisnya masa jabatan gubernur ini. Walaupun wajar, usainya masa tugas Gubernur DKI Jakarta, terus menjadi sorotan.
“Jika ada masyarakat yang menginginkan untuk Anies maju di Pilpres itu sebagai sebuah kewajaran. Namun yang perlu diketahui adalah Anies bukan orang partai sehingga jika memang maju harus punya perahu,” ujarnya.
Menurutnya, masyarakat sudah dapat menilai dengan cermat, antara pemimpin yang baik dan yang buruk. Hal tersebut bisa dilihat dari warisan yang ditinggalkan selama masa tugasnya, apakah ia meninggalkan hal baik, atau justru menelurkan hal buruk yang menyusahkan rakyat.
Selain itu, Ali pun berharap agar masyarakat menjadi pemantau dan pengontrol bagi pelaksana tugas yang ditunjuk, terutama untuk kebijakan yang akan ditelurkan. Baginya, kebijakan-kebijakan sengketa yang tidak seharusnya dikeluarkan akan menjadi objek dari kontrol masyarakat yang paling utama. Ia berharap, masa transisi tersebut tidak memberikan dampak yang buruk.
“Plt tidak mempunyai kewenangan penuh, ada batasan kewenangan seperti dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan (UUAP),” tambah Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNAIR tersebut.
Ali berharap agar masyarakat lebih cermat dan bijaksana dalam menghadapi isu-isu yang berkembang, terutama isu politik menjelang 2024. Tentunya akan banyak hal-hal yang akhirnya berakibat pada pecah belahnya masyarakat.
“Jadilah masyarakat yang kritis terhadap sistem politik, karena ada kalanya partai politik (legislatif) kurang bisa memperjuangkan suara masyarakat. Jadi harapan terakhir ada pada masyarakat yang kritis,” tutupnya.
Penulis: Afrizal Naufal Ghani
Editor: Nuri Hermawan