UNAIR NEWS – Di era modern sekarang ini, tuntutan untuk hidup serba cepat semakin tak terelakkan. Produktivitas seolah menjadi tolok ukur seseorang untuk mencapai keberhasilan, bahkan seringkali hal tersebut masih dianggap kurang cukup.
Menanggapi fenomena itu, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Farmasi Universitas Airlangga (UNAIR) menggelar webinar internasional bertajuk “Nowadays Trend: Hustle Culture and Imposter Syndrome. Productivity or Workaholic?” via daring, Sabtu (1/10/2022). Perwakilan UNAIR, Pauline Ciuputri, yang merupakan fresh graduate dari Fakultas Kesehatan Masyarakat berkesempatan menjadi narasumber dalam webinar kolaborasi dengan Centro Escolar University, Universiti Sains Malaysia, serta Chia Nan University of Pharmacy and Science.
Apa itu Hustle Culture
Hustle culture merujuk pada kebiasaan seseorang yang bekerja terlalu keras hingga mengorbankan kesenangan diri. Menurut Pauline, gaya hidup ini diadopsi sebagai mekanisme pertahanan untuk memenuhi kebutuhan dan melampaui harapan yang tinggi.
“Dari data ADB 2021 di Indonesia, ada 10,1 persen penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Itu sekitar 27,6 juta orang yang mau tidak mau harus kerja keras demi bertahan hidup, belum lagi karena dampak pandemi,” tuturnya.
Ia mengatakan penggunaan media sosial berpotensi menormalisasi budaya kerja berlebih, padahal dampaknya dapat menimbulkan kelelahan fisik dan mental. “Memang orang-orang yang mencapai hal-hal luar biasa justru menganggapnya biasa saja, tidak heran kalau akhirnya menjadi sebuah rutinitas,” ungkapnya.
Hustle Culture Menjelma Jadi Imposter Syndrome
Tren budaya gila kerja yang banyak dianut generasi muda ini berpotensi menjadi toksik saat seseorang masih meragukan dirinya terkait usaha dan prestasi yang telah diraih. Para ahli menyebut dengan istilah imposter syndrome sebagai kondisi psikologis yang dapat dialami siapa saja, terlepas dari pekerjaan atau status sosial.
Survei ilmiah terbaru mencatat bahwa lebih dari 70 persen orang di dunia pernah berurusan dengan pengalaman tersebut. “Saya sendiri mengalaminya beberapa kali, seperti merasa kurang cukup padahal sudah bekerja keras,” ucap mantan awardee IISMA Batch 1 itu.
Sindrom penipu juga lebih banyak dialami oleh mereka yang tumbuh dalam keluarga yang menekankan pencapaian dan kesuksesan. Mengacu pada buku Dr Valerie Young, Pauline menjelaskan tipe-tipe imposter syndrome yaitu the perfectionist, the expert, the soloist, the superwoman, dan the great mind.
Cara Mengatasi
Hustle culture dan imposter syndrome hanya dua dari banyaknya tren di masyarakat yang dapat berakibat buruk terhadap kesehatan mental. Untuk itu, berikut beberapa tips agar terhindar dari kondisi di atas:
- Menjadi pribadi yang otentik dengan menunjukkan kelebihan dan kekurangan.
- Menerima kekurangan, namun tetap mempunyai keinginan memperbaiki diri demi masa depan yang lebih baik.
- Membiasakan diri untuk merasa cukup dengan seluruh keterampilan dan pengalaman yang dimiliki.
- Fokus pada nilai yang dapat diberikan dan berhenti membandingkan dengan pencapaian orang lain.
Penulis: Sela Septi Dwi Arista
Editor: Nuri Hermawan