UNAIR NEWS – Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (UNAIR) menggelar International Conference on Animal Husbandry and Life Sciences (ICALHS) pada Selasa (11/10/2022) dan International Conference on Veterinary Medicine and Health Sciences (ICVMHS) pada Rabu (12/10/2022). Acara tersebut diselenggarakan secara online menggunakan platform Zoom meeting.
Konferensi skala internasional tersebut digelar untuk yang kedua kalinya, dimana acara yang pertama digelar pada tahun 2021. ICAHLS dan ICVMHS 2022 mengangkat tema The development of veterinary medicine, animal husbandry, human related veterinary science and life science in maintaining environmental balance post Covid-19 pandemic.
Dalam konferensi kali ini, panitia mengundang pembicara dari berbagai negara yang ahli di bidangnya. Mereka berbagi penelitian, pengetahuan, dan pengalaman kepada peserta. Acara kali ini juga menghadirkan pembicara kunci dari jajaran pemerintahan Indonesia, yakni Dr H Syahrul Yasin Limpo SH MH selaku Menteri Pertanian Republik Indonesia.
Pada hari pertama pelaksanaan, ICALHS mengundang beberapa pembicara. Pertama, Dr Mulyoto Pangestu MRep PhD dari Monash University Australia. Ia membahas mengenai tantangan produksi embrio in vitro di Indonesia dan prospeknya ke depan. Kedua, Prof Goo Jang PhD DVM dari Seoul National University Korea. Ia menyampaikan materi mengenai pemuliaan presisi untuk meningkatkan sifat ternak.
Pembicara ketiga yakni Prof Simon de Graaf PhD dari The University of Sydney Australia. Ia membahas pembiakan domba buatan. Pembivara selanjutnya yaitu Prof Mitsuhiro Takagi PhD DVM dari Yamaguchi University Japan, Prof Dr Mochamad Lazuardi DVM dari Universitas Airlangga Indonesia, serta Dr Qonita Kurnia Anjani dari Queen’s University, Belfast, UK.
Hari kedua konferensi bertajuk International Conference on Veterinary Medicine and Health Sciences juga mengundang pembicara kelas dunia dari beberapa negara, salah satunya dari UNAIR yakni Prof Dr Mustofa Helmi Effendi DVM DTAPH. Ia menyampaikan materi mengenai produk hewani sebagai sumber penyebaran resistensi antimikroba terhadap kesehatan manusia.
Dalam paparannya, Prof Mustofa menyampaikan bahwa Antimicrobial Resistance (AMR) terjadi ketika mikroorganisme seperti bakteri menjadi resisten terhadap obat antimikroba seperti antibiotik. Mikroorganisme yang mengembangkan resistensi terhadap antimikroba kadang-kadang disebut sebagai superbug.
Selanjutnya, ia menyampaikan rencana yang akan dilaksanakan oleh WHO untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang resistensi antimikroba. Yaitu melalui komunikasi, pendidikan, dan pelatihan yang efektif.
“Salah satu rencana yang dilaksanakan oleh WHO meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang resistensi antimikroba melalui komunikasi, pendidikan dan pelatihan yang efektif,” ucap Prof Mustofa. (*)
Penulis : Muhammad Ghufron Ariawan
Editor : Binti Q. Masruroh