UNAIR NEWS – Antibiotik biasanya dikonsumsi untuk membunuh serangan bakteri dalam tubuh. Misalnya saat mengalami diare, seorang minum antibiotik. Namun jika salah dalam penggunaan, itu bisa menyebabkan bakteri mengalami resisten. Artinya bakteri akan kebal dengan obat yang diberikan. Mereka akan tetap hidup, berkembang biak, infeksi bakteri tidak terobati hingga yang terburuk bisa membuat seorang meninggal dunia.
Penggunaan antibiotik secara benar sehingga tidak sampai membuat bakteri mengalami resisten inilah yang saat ini terus digalakkan oleh dokter. Karenanya, Departemen Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga memberikan sosialisasi kepada siswa SMA IT Al Uswah, pada Senin (5/9/2022).
“Harapannya, anak muda yang lebih akrab dengan social media. Yang terbiasa dengan konten bisa menyebarkan informasi kesehatan ini kepada masyarakat secara luas dengan berbagai platform yang ada,” ujar Ketua Pengabdian Masyarakat, Dr Eko Budi Koendhori MKes SpMK(K).
Edukasi itu diharapkan dapat meluruskan beberapa praktik yang dilakukan oleh masyarakat yang sebenarnya salah. Misalnya minum antibiotik untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh virus. Minum obat antibiotik tanpa konsultasi dengan dokter. Mengkonsumsi obat antibiotik tanpa dosis yang tepat atau meminum obat antibiotik sisa. Hal-hal di atas adalah pemicu seorang mengalami resistensi antibiotik.
Untuk menjadikan ajang sosialisasi itu semakin menarik, siswa juga ditantang untuk membuat konten edukasi yang kemudian dilombakan. “Tentunya kami akan evaluasi apakah informasi yang dibagikan sesuai,” tambahnya.
Sosialisasi diisi oleh dua dosen dari FK UNAIR. Antara lain Dr Harry Paranthon dr SpOG-K-UR yang juga merupakan staf Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba Kemenkes. Serta Firman Setiawan, dr SpMK PhD.
Jangan Buru-Buru Minum Antibiotik Saat Alami Gejala Sakit
Staf Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba Kemenkes Dr Harry Paranthon dr SpOG-K-UR menjelaskan, resistensi antimikroba itu tidak bisa dianggap remeh. Berdasarkan data pada tahun 2019, kematian akibat resistensi antibiotik mencapai 3,5 juta dan 900 ribu kematian yang disebabkan penyakit yang berhubungan dengan resistensi antibiotik.
Jika pengendalian resistensi antibiotik itu tidak dianggap serius, per tahun 2050 nanti, kematian akibat resistensi itu bisa mencapai 10 juta dengan memakan biaya kesehatan pemerintah sebesar 1.174.800 triliun rupiah.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan agar bisa mengendalikan resistensi antibiotik itu. Salah satunya adalah dengan tidak langsung meminum obat saat mengalami gejala sakit. Karena sejatinya gejala-gejala tersebut adalah mekanisme tubuh untuk melawan virus atau bakteri yang ada di tubuh.
Misalnya batuk adalah mekanisme tubuh untuk mengeluarkan dahak dari saluran paru. Flu merupakan mekanisme tubuh mengeluarkan lendir dari hidung. Diare merupakan mekanisme tubuh mengeluarkan racun dan virus dari tubuh serta demam merupakan cara tubuh meningkatkan antibodi dan imunitas dalam tubuh. (ISM)
Editor: Khefti Al Mawalia