UNAIR NEWS – Umumnya seorang bayi laki-laki memiliki dua buah zakar atau testis. Namun, terdapat suatu kondisi dimana salah satu atau kedua buah zakar tidak berada pada skrotum, melainkan bisa di lipatan paha bahkan di dalam perut yang disebut undesensus testis (UDT) atau kriptorkismus.
Menurut Dimas Panca Andhika dr SpU MKed Klin, dokter yang menamatkan pendidikan spesialis urologi di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (UNAIR) menjelaskan ketika usia kehamilan ibu memasuki 25 hingga 35 minggu, testis bayi yang semula ada di dalam perut akan turun menuju ke kantong skrotum. Apabila testis pada bayi laki-laki ini tidak turun maka perlu penanganan medis.
Penyebab
Secara teori, dr Dimas mengatakan penyebab kelainan tersebut masih belum jelas. Hanya terdapat beberapa faktor yang berpotensi meningkatkan risiko bayi mengalami UDT yaitu bayi yang lahir prematur, ibu hamil yang mengkonsumsi alkohol dan merokok atau terpapar asap rokok, kelainan genetik, serta gangguan hormonal saat kehamilan.
“Pada bayi yang lahir cukup usia (aterm) angka kejadiannya cukup rendah 1 sampai 5 persen. Sedangkan, angka ini meningkat pada bayi prematur (preterm) sebesar 45 persen,” ungkapnya dalam seri Dokter Edukasi, Jumat (9/12/2022).
Dampak
Seperti diketahui, testis berfungsi untuk memproduksi sperma dan hormon testosteron sehingga ketika kedua testis tidak turun tentu akan mengganggu kesuburan. Sementara, laki-laki yang hanya memiliki satu testis normal itu kesuburannya mungkin saja terganggu, tetapi masih dapat membuahi sel telur.
“Ketika lebih dari 18 bulan kelainan ini tidak segera ditangani, maka terjadi kerusakan pada sel-sel testis. Semakin bertambahnya usia, terlebih usia puber kemungkinan meningkatkan risiko kanker testis lebih besar dan 90 persen pasien bayi yang testisnya tidak turun pasti memiliki hernia atau usus turun,” lanjut dr Dimas.
Penanganan
Dokter yang kini bertugas di Rumah Sakit Manyar Medical Centre itu menyebut operasi sebagai langkah tepat mengatasi undesensus testis dengan tingkat keberhasilan mencapai 95 persen dibandingkan terapi hormonal. Ia juga menyarankan operasi dilakukan saat bayi berusia 6 (harapan testis turun) hingga 18 bulan sehingga meminimalisir gangguan kesuburan dan kanker testis.
“Sejauh ini tidak ada efek samping dari operasi. Namun untuk risiko operasi paling umum terjadi infeksi maupun pendarahan, testis semakin mengecil (atrofi), bahkan bisa kembali lagi setelah testis diturunkan sehingga harus tetap kontrol pasca operasi,” ujarnya.
Pencegahan
Selanjutnya, dr. Dimas juga menjelaskan bahwa orang tua dapat melakukan pengecekan dengan meraba kantong testis bayi yang baru lahir apakah normal atau tidak. Kantong testis yang normal berwarna lebih gelap dan berpigmen dengan memiliki kerutan, sedangkan pada kondisi testis tidak turun tekstur kantong lebih licin karena tidak pernah ditempati telur tersebut.
Bagi orang tua yang merasa ragu bisa memeriksakan buah hatinya ke tenaga kesehatan. Kendati pengobatan ini ditanggung BPJS Kesehatan, namun orang tua terutama ibu hamil perlu waspada dengan menjaga pola hidup sehat agar bayi yang dilahirkan juga dalam kondisi sehat.
Penulis: Sela Septi Dwi Arista
Editor: Nuri Hermawan