Setiap orang tentunya mendambakan penerbangan yang aman dan nyaman ketika sedang bepergian menggunakan pesawat terbang. Setiap maskapai penerbangan tentunya juga memiliki standarnya masing-masing untuk memberikan pengalaman yang terbaik kepada penumpangnya secara setara agar merasakan kenyamanan. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa gangguan berupa pelanggaran yang dilakukan penumpang lain akan mengusik kenyamanan. Hal ini melatarbelakangi lahirnya ketentuan hukum internasional dan nasional terhadap penumpang yang tidak patuh.
Dalam rangka mengenal lebih jauh tentang ketentuan hukum terhadap penumpang yang tidak patuh tersebut, Pusat studi Airlangga Institute of International Law Studies (AIILS) Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH UNAIR). Kegiatan yang diselenggarakan pada Rabu, 7 Desember 2022 itu mengangkat tema “Unruly Passenger dan Ratifikasi Montreal 2014 Bagi Indonesia”. Kegiatan tersebut turut mengundang Dhony Vasmin Akhsomo, S.T. (Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah III Surabaya), Dr. Endang Puji Lestari, S.H., M.H. (Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah III Surabaya), serta Adhy Riadhy Arafah, S.H., LL.M. (Adv) (Direktur AIILS FH UNAIR) sebagai pembicara.
Dhony Vasmin Akhsomo, S.T. yang didapuk sebagai pembicara pertama berkesempatan untuk menyampaikan materi dari segi teknis tata cara penanganan penumpang. Beliau menjelaskan bahwa pekerjaannya sebagai flight instructor harus berhubungan langsung dengan personel penunjang pengoperasian pesawat udara lainnya, sehingga harus memiliki latar belakang teknis untuk menunjang pekerjaan di lapangan. Secara sederhana, beliau kemudian menjelaskan bahwa istilah unruly atau disruptive passenger adalah perilaku penumpang yang tidak mampu mematuhi peraturan di dalam pesawat atau tidak mengikuti instruksi awak pesawat sehingga mengganggu ketertiban dan disiplin di dalam pesawat. Adapun regulasi terkait unruly passenger diatur dalam ketentuan ICAO Annex 6 (Aircraft Operation), ICAO Annex 9 (Facilitation), ICAO Annex 17 (Security), ICAO Circular 288, ICAO Doc 10117, ICAO Doc 10002, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 61 Tahun 2015, Peraturan Menteri Perhubungan 51 Tahun 2020, dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2021.
Kesempatan selanjutnya diberikan kepada Dr. Endang Puji Lestari, S.H., M.H. sebagai pembicara kedua. Beliau berujar bahwa ketentuan fundamental mengenai penerbangan publik pada awalnya diatur dalam Konvensi Chicago 1944. Indonesia telah meratifikasi beberapa peraturan internasional tentang penerbangan publik sejak tahun 1976. Akan tetapi, protokol Montreal 2014 memang belum diratifikasi hingga saat ini. Upaya untuk melakukan ratifikasi sendiri sudah dilakukan sejak tahun 2017 melalui berbagai rangkaian kegiatan seperti focus group discussion. “jadi saat ini sebenarnya sedang proses peratifikasian karena dalam terdapat beberapa klausul yang belum diatur dalam undang-undang kita,” jelasnya.
Penyampaian materi kemudian dilanjutkan kepada Adhy Riadhy Arafah, S.H., LL.M. (Adv) sebagai pembicara terakhir. Beliau menyampaikan bahwa benar Indonesia saat ini sudah meratifikasi Konvensi Tokyo 1963, Konvensi The Hague 1970, dan Konvensi Montreal 1971 melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1976. Sementara itu, Protokol Montreal 2014 memang belum diratifikasi oleh Indonesia. Keberadaan Protokol Montreal 2014 sendiri dimaksudkan untuk memperbaiki dan menggantikan Konvensi Tokyo 1963 yang dianggap masih memiliki celah. Menurutnya, Indonesia sendiri masih terhalang oleh beberapa tantangan untuk meratifikasi Protokol Montreal 2014 karena ada kecenderungan untuk menghindari lamanya proses di Dewan Perwakilan Rakyat dan melakukan perubahan terhadap Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. Menurutnya, ratifikasi Protokol Montreal 2014 sebenarnya tidak harus dalam bentuk undang-undang, cukup dengan Peraturan Presiden dengan pertimbangan bahwa ratifikasi Konvensi Tokyo 1963 saat itu sudah meratifikasi tiga konvensi dalam satu undang-undang sekaligus. Selain itu, saat ini Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional yang memberikan panduan dalam meratifikasi perjanjian internasional dalam Pasal 10-11.