UNAIR NEWS – Meningkatnya penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) di Indonesia bermula dari Peraturan Presiden No 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) Berbasis Baterai. Dilansir dari Jawa Pos, pada 2021 jumlah mobil EV (Electric Vehicle) terjual 687 unit. Dan pada November 2022 telah terjual 7.923 unit. Angka tersebut menunjukkan jumlah penjualan meningkat hampir 13 kali lipat.
Pemerintah juga sedang menyiapkan skema insentif pembelian KBL sebagai upaya memercepat program tersebut. Dengan adanya insentif, pertumbuhan penjualan KBL diprediksi akan semakin meningkat dari tahun sebelumnya.
Dosen Sosiologi UNAIR Irfan Wahyudi S Sos M Comms PhD mengatakan bahwa kehadiran KBL adalah respons global atas tingginya penggunaan energi fosil. Kondisi itu mendesak hampir seluruh dunia untuk menggunakan energi alternatif.
“Dan itu adalah premis yang didengungkan terus-menerus baik oleh negara-negara di dunia, maupun organisasi seperti PBB untuk mendukung agar kita menggunakan sumber energi terbarukan,” katanya.
Manfaat Sosial
Menurut Irfan, meningkatnya penggunaan KBL di masyarakat tidak hanya bermanfaat secara pragmatis seperti persepsi bahan bakar yang lebih murah atau hemat energi. Namun, juga mendatangkan manfaat sosial, yaitu kesadaran masyarakat akan konsumsi energi.
Ia memberi contoh dengan kemampuan seseorang mengisi BBM dengan sewaktu-waktu. Hal itu menimbulkan sikap boros dalam menggunakan BBM.
“Ketika menggunakan kendaraan listrik, harus dialokasikan waktu tertentu secara disiplin. Atau kalau Anda datang ke SPBU (pengisian baterai) itu tidak bisa waktu 1-2 menit, kan? Bisa jadi mengalokasikan 15 menit, minimal, untuk mengisi setidaknya untuk bisa berjalan beberapa kilometer,” ucapnya.
Irfan lalu menjelaskan bahwa secara umum Indonesia masih tertinggal dari aspek transportasi listrik dibandingkan dengan negara China, Eropa, Amerika Serikat, serta India. Merujuk pada penelitian dari University of Cambridge pada 2021, Irfan mengatakan bahwa sosialisasi dan penggunaan kendaraan listrik dapat banyak menyelesaikan masalah social justice dan kesehatan.
“Kendaraan listrik itu (penggunaan. Red) bukan hanya dari segi penghematan energi, bukan dari kita beralih saja. Tapi kita juga mengalihkan budaya kita atau cara kita bersosialisasi dengan kendaraan itu sendiri,” katanya.
GAP
Irfan juga menjelaskan bahwa program KBL itu berpotensi menimbulkan gap di masyarakat yaitu antara yang mudah mengakses dan yang sulit mengakses KBL. Pemerintah telah mengantisipasi hal tersebut dengan rencana pemberian insentif. Walaupun menuai kritik seperti menambah emisi serta volume kendaraan, Irfan menyebut justru pemerintah ingin menunjukkan bahwa sekarang waktunya beralih kepada KLB.
“Pelan-pelan ada perubahan,” katanya.
Gap masyarakat mungkin timbul karena proporsi masyarakat menengah kebawah yang besar. Irfan mengatakan bahwa solusi memerkecil gap ini jangan dilemparkan hanya kepada pembeli. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menyediakan transportasi massal bermotor listrik.
“Sehingga orang tetap bisa menikmati,” ucapnya.
Bijak Gunakan Energi
Irfan lalu menegaskan untuk bijak dan disiplin dalam menggunakan energi. Proses tersebut lebih menantang dibandingkan dengan peralihan sumber energi itu.
“Karena ini melibatkan kebiasaan masyarakat. Memasukkan kedalam kurikulum siswa sekolah dasar terutama karena merekalah yang akan menggunakan teknologi dengan besar-besaran,” tutupnya.
Penulis: Muhammad Mu’afa Rahman
Editor: Feri Fenoria