Universitas Airlangga Official Website

Menyoal Pemberlakuan Sistem Jalan Berbayar Elektronik di DKI Jakarta, Pakar UNAIR: Perlu Belajar dari Kota-kota Besar di Dunia

Ilustrasi kendaraan bermotor melintas di bawah alat Sistem Jalan Berbayar Elektronik (ERP) di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (2/3/2020). (Sumber: ANTARA FOTO)

UNAIR NEWS – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berancang untuk memberlakukan sistem electronic road pricing (ERP) atau sistem jalan berbayar elektronik untuk meminimalisasi kemacetan lalu lintas yang kian meningkat. Wacana tersebut tertera dalam Rancangan Peraturan Daerah Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (Raperda PPLE). 

Dosen kajian politik tata ruang dan transportasi Universitas Airlangga (UNAIR) Dr Siti Aminah Dra MA memberikan tanggapan terhadap isu tersebut. Ia menuturkan bahwa saat ini kota-kota besar di dunia tengah berlomba-lomba untuk mengimplementasikan ERP guna mendukung pencapaian SDGs. Begitupun dengan Jakarta, sebetulnya usulan pemberlakuan ERP sudah ada sejak belasan tahun yang lalu. Namun, usulan tersebut belum juga terealisasi hingga saat ini.

“Sekarang ERP kembali menjadi isu publik karena dianggap bisa mengatasi kemacetan Kota Jakarta.  Padahal, semua jenis angkutan publik dan kebijakan-kebijakan pendukung sudah diambil dan diterapkan di Jakarta. Namun rupanya belum lengkap jika belum ada kebijakan ERP karena ERP bisa menjadi ikon kebijakan publik dari ibu kota negara yang macet,” ungkapnya.

Dosen kajian politik tata ruang dan transportasi Universitas Airlangga (UNAIR) Dr Siti Aminah Dra MA (Foto: csws.fisip.unair.ac.id/)

Kemudian, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) itu menuturkan, jika pemerintah hendak memberlakukan sistem ERP, maka pemerintah harus melihat dan belajar dari kota-kota besar di dunia yang bisa menerapkan sistem ERP dengan persiapan lebih dari 15 tahun untuk mengurai kemacetan lalu lintas. 

Sebagai contoh, Singapura yang merancang kebijakan ERP mulai dari tahun 1975 dan diterapkan pada tahun 1998. Dalam hal ini, Singapura mampu menjadi pelopor pemberlakukan road pricing sebagai alat untuk mengurangi kemacetan lalu lintas. 

Begitu pula dengan kota-kota metropolitan di dunia yang sering dijadikan contoh selain Singapura, seperti London, Stockholm, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Hong Kong. Namun dalam hal ini, Hong Kong pernah mengalami banyak masalah saat kebijakan ERP diterapkan di negaranya. Kebijakan yang diadopsi pemerintah pada waktu itu telah menuai aksi protes dan tekanan akibat ketidakpuasan rakyat. 

“Para pemangku kebijakan bisa ambil pelajaran dari kota-kota besar dunia yang sudah menerapkan ERP. Waktu yang diperlukan untuk menerapkan ERP tidak dadakan. Jadi, jika akan menerapkan ERP di Jakarta itu makin menguatkan fakta sosial, ekonomi, dan politik bahwa Jakarta adalah ibu kota NKRI dan macet,” ujar Aminah.

“Jika tidak diterapkan ERP, maka Kota Jakarta akan mengalami penumpukan kendaraan di jalan, menimbulkan polusi, dan mengganggu distribusi barang dan jasa. Sebelum ada busway Transjakarta, tahun 2014 dengan hitungan akurat, Jakarta macet total, mobil tidak berjalan sama sekali,” ucap Aminah.

Nah sekarang, ERP dipandang sebagai kebijakan publik yang harus diputuskan dan diimplementasikan. Jika tidak, maka Jakarta akan menjadi kota yang lumpuh dalam semua bidang kehidupan, mungkin itu gambaran ekstrimnya,” tutupnya. (*)

Penulis: Rafli Noer Khairam 

Editor: Binti Q. Masruroh