Universitas Airlangga Official Website

Surat Berharga Syariah Negara, Alternatif Investasi di Tengah Pemindahan Ibukota Negara

Dr Prawitra Thalib SH MH ACIArb (kanan) pada webinar yang diselenggarakan Pusat Pengelolaan Dana Sosial (Puspas) UNAIR, Jumat (17/2/2023). (Sumber foto: YouTube PUSPAS UNAIR)

UNAIR NEWS – Saat ini, pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Provinsi Kalimantan Timur tengah berlangsung. Per November 2022, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa pemerintah telah memulai pembangunan infrastruktur pada kawasan inti IKN. Pembangunan gedung pemerintahan pun juga telah dimulai pada Desember lalu.

Proyek pemindahan ibukota ini tak pelak membutuhkan biaya yang tak sedikit. Estimasi pemindahan ibukota ini diperkirakan mencapai Rp 466 triliun yang mana mayoritas pembiayaannya berasal dari Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Walaupun demikian, terdapat pula alternatif pembiayaan lain salah satunya dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Dr Prawitra Thalib SH MH ACIArb, pakar Hukum Perbankan Islam Universitas Airlangga, menyebut bahwa digunakannya SBSN sebagai pembiayaan pembangunan IKN dapat menjadi alternatif investasi bagi masyarakat Indonesia.

“Ini investasi yang aman dan Insya Allah sesuai syariat Islam,” tuturnya pada webinar yang diselenggarakan oleh Pusat Pengelolaan Dana Sosial (Puspas) UNAIR, Jumat (17/2/2023).

SBSN sendiri merupakan surat berharga yang diterbitkan pemerintah guna membiayai anggaran negara dan menjadi instrumen investasi bagi investor karena memberikan imbal hasil sesuai prinsip syariah. Beberapa jenis SBSN yang diterbitkan oleh pemeritah diantaranya Savings Bond Ritel (SBR), Sukuk Tabungan (ST), Obligasi Negara Ritel (ORI), Sukuk Ritel (SR), serta Sukuk Wakaf Ritel (SWR).

Investasi di SBSN, menurut Dr Prawitra, dinilai lebih menguntungkan dibandingkan investasi konvensional seperti melalui deposito. Selain itu, return dari investasi ini juga dapat bermanfaat baik bagi negara maupun bagi investor sendiri.

Dalam kesempatan ini, Dr Prawitra juga menghimbau agar masyarakat yang memiliki kelebihan dana untuk berinvestasi. Sebab, menurut analisa makro moneter, selama 2018 hingga 2021, tingkat inflasi di Indonesia masih cenderung terkendali.

“Neraca pembayaran Indonesia diperkirakan mencatat surplus ditambah kesuksesan G20 yang mendatangkan investasi dari asing. Jangan menganggap inflasi itu jelek. Inflasi itu bagus untuk meningkatkan daya saing, daya beli,” tegas dosen pengajar di Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga ini.

Dr Prawitra berharap bahwa momen pemindahan ibukota ini juga bisa dimanfaatkan masyarakat Indonesia yang memiliki kelebihan dana dan membutuhkan alternatif untuk melakukan investasi. “Dalam hal ini, momen ini bisa kita manfaatkan sama-sama. Ada peluang-peluang seperti ini di tengah ancaman resesi jadi pilihan SBSN adalah suatu alternatif investasi bagi yang memiliki kelebihan dana,” pungkasnya. (*)

Penulis: Agnes Ikandani

Editor: Binti Q. Masruroh