UNAIR NEWS – AUBMO (Organisasi Bidikmisi/KIP-K Universitas Airlangga) adalah organisasi yang mewadahi sekaligus menaungi mahasiswa-mahasiswa penerima KIP-K di Universitas Airlangga (UNAIR). Musyawarah besar yang dilaksanakan secara luring di Ruang Propadeus Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga pada Minggu (12/3/2023), resmi menetapkan ketua AUBMO terpilih, Muhammad Ridhoi, untuk periode kepengurusan setahun kedepan.
Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya tersebut bervisi menjadikan AUBMO sebagai organisasi yang responsif, adaptif, progresif, dan kolaboratif. Sambil berpegang teguh kepada nilai kekeluargaan dan profesionalitas, ia menyebut ingin mewujudkan semangat tiga marwah organisasi AUBMO yakni, pelayanan, pengabdian, dan pengembangan selama periode kepengurusannya.
“Saya senang karena bisa menjadi seorang history maker di AUBMO. Ke depannya, saya berharap bisa amanah dan menjawab harapan teman-teman semua. Semoga organisasi ini bisa menjadi wadah anak bidikmisi untuk menampung segala aspirasi dan kritik saran demi memajukan program pemerintah yang disebut KIP kuliah,” ujar Ridhoi menyampaikan harapannya.
Ridhoi turut menjelaskan ingin menjadikan AUBMO sebagai wadah mengasah kreativitas dan prestasi mahasiswa. Namun di satu sisi, lanjutnya, AUBMO juga mempunyai berbagai tantangan yang harus diselesaikan. Salah satunya adalah problematika terkait tidak tepatnya sasaran penerima KIP-K yang dibarengi dengan berbagai penyalahgunaan. Hal ini menyebabkan munculnya stigma negatif penerima bidikmisi.
“Saya tidak menutup telinga akan permasalahan itu. Bidikmisi haruslah tepat sasaran dan regulasi puslapdik diterapkan. Oleh karenanya, saya mempertimbangkan untuk mengaktifkan kembali form pengaduan guna menyerap aspirasi dan laporan penyalahgunaan dari mahasiswa yang nantinya akan ditindaklanjuti,” tegasnya.
Ketua AUBMO terpilih itu menjelaskan dirinya tak ingin berhenti pada tahap penampungan aspirasi, namun juga melahirkan solusi. Ia berusaha tidak menutup telinga terhadap berbagai isu hangat yang menjadi keresahan semua orang, termasuk langkahnya dalam mengubah stigma negatif penerima bidikmisi/KIP-K.
“Penerima bidikmisi/KIP-K sudah seharusnya orang yang memang layak dan membutuhkan uang pemerintah untuk belajar. Ketika ada kesalahan dalam pelaksanaannya, lantas apa bedanya dia dengan koruptor,” pungkasnya.
Penulis: Widiasih Fatmarani
Editor: Nuri Hermawan