UNAIR NEWS – Peringatan Hari Tuberkulosis (TBC) Sedunia yang jatuh pada 24 Maret lalu menjadi momentum refleksi bagi Indonesia. Pasalnya, jumlah kasus tuberkulosis di tanah air menempati peringkat ketiga terbanyak di dunia.
Menanggapi itu, Ariani Permatasari dr SpP (K) FAPSR selaku dosen program studi Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (UNAIR) menjelaskan tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Gejala penyakit ini ditandai dengan batuk lebih dari dua minggu, nyeri dada, penurunan nafsu makan, berat badan menurun, dan berkeringat saat malam.
Lebih lanjut, dr Ariani menuturkan ada jenis TBC yang tidak menimbulkan gejala atau disebut tuberkulosis laten. Kondisi itu terjadi manakala bakteri TBC masuk dalam tubuh yang ditularkan pasien TBC aktif melalui percikan dahak, namun terhalang sistem imun tubuh sehingga bakteri tersebut tidak berkembang.
“TBC laten adalah seseorang dimana pertahanan sistem tubuhnya itu tidak mampu mengeliminasi kuman TBC secara sempurna, tetapi dia mampu mengontrolnya jadi tidak ada gejala,” terang dr Ariani dalam program Dokter Edukasi, Sabtu (25/3/2023).
Faktor Risiko
Dokter spesialis paru itu memaparkan penyebab seseorang bisa mengalami TBC laten karena kontak dengan pasien TBC aktif tanpa memakai proteksi. Selanjutnya, daya tahan tubuh rendah, kondisi sirkulasi udara yang kurang baik, bahkan perilaku merokok berpotensi menjadi faktor risiko.
“Sudah banyak penelitian yang menyatakan bahwa orang-orang dengan perokok baik itu perokok aktif maupun pasif dia berisiko tiga kali lebih tinggi untuk terkena TBC aktif dibandingkan orang yang tidak merokok,” ujarnya.
Pencegahan
Kendati tidak bergejala, namun TBC laten kata dr Ariani dapat menjadi aktif apabila tidak mendapatkan pengobatan. “Bahayanya orang dengan TBC laten bukan tidak mungkin dalam lima tahun sejak awal dia mulai terinfeksi, maka sebanyak lima sampai sepuluh persen dia berpotensi menjadi sakit TBC tergantung daya tubuh,” imbuhnya.
Ia menyebut terapi pencegahan tuberkulosis (TPT) sebagai program pemerintah untuk menuntaskan permasalahan TBC. Program itu memprioritaskan pada penderita HIV/AIDS, orang yang memiliki kontak erat dengan pasien TBC aktif, dan kelompok rentan termasuk anak di bawah usia lima tahun.
Adapun kelompok rentan yang dimaksud dr Ariani yaitu mereka yang memiliki masalah dengan sistem kekebalan tubuh (immunocompromised) seperti pasien perawatan dialisis, pasien kanker, dan pasien transplantasi organ. Kemudian, kelompok masyarakat yang tinggal secara massal seperti asrama serta pengungsian.
Pada akhir, dr Ariani mengatakan tuberkulosis laten hanya dapat dikendalikan dengan pemberian TPT untuk melindungi bakteri TBC agar tidak berkembang menjadi penyakit. Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga kesehatan tubuh. “Tetap jaga daya tahan tubuh dengan nutrisi yang bagus, kemudian olahraga dan istirahat yang cukup,” pesannya.
Penulis: Sela Septi Dwi Arista
Editor: Nuri Hermawan