UNAIR NEWS – Ketika seseorang sakit maka ia akan pergi ke dokter untuk berobat. Penyembuhan penyakit terbagi menjadi dua yaitu secara farmakologis menggunakan obat-obatan dan non farmakologis salah satunya adalah perubahan karakter. Guru Besar Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Dr Abdurachman dr MKes PA(K) mengatakan bahwa kedua jenis penyembuhan ini memiliki peran penting dalam penyembuhan penyakit.
“Secara hakikat setiap sesuatu itu diciptakan sepasang. Kalau tubuh manusia ada yang namanya fisik dan non fisik,” katanya.
Jika dalam segi fisik manusia mengalami gangguan seperti penyakit, maka non fisik dalam tubuh juga akan terganggu. “Non fisik tersebut adalah karakter. Kalau sakit ya, harus kembali normal, baik fisik atau non fisiknya,” tutur pengajar Departemen Anatomi, Histologi, dan Farmakologi FK UNAIR tersebut.
Prof Abdurachman menambahkan bahwa kalbu merupakan salah satu bentuk dari non fisik. Jika seseorang membangun karakter dengan baik, maka ia akan mendapatkan ketenangan kalbu. Ia mengatakan bahwa ada dua nilai yang melekat pada karakter seseorang, yaitu nilai positif dan negatif. Nilai positif seperti optimis, religius, tetap teguh, suka berbagi, suka menolong, dan lainnya.
“Jika seseorang sakit, pengobatan harus berjalan dua-duanya, baik secara fisik atau non fisik,” terangnya.
Terinspirasi Buku
Guru besar yang dikukuhkan pada 18 Desember 2019 tersebut menceritakan bahwa ada salah satu buku berjudul Love, Medicine, and Miracles yang ia baca. Buku tersebut menceritakan salah satunya sekumpulan penderita kanker payudara dengan terapi karakter. Terapi karakter tersebut berupa kebiasaan menyapa warga sekitar, menyiram tanaman agar tidak layu, dan kebiasaan baik lainnya. Lalu setelah dibiasakan dan diteliti kembali, ternyata sel kanker yang sebelumnya ada menjadi tidak terdeteksi. “Buku ini hanya salah satu saja, masih banyak turunan buku lainnya yang menjadi pedoman saat ini,” ujarnya.
Setiap aksi akan selalu menghasilkan reaksi. Bila melakukan aksi yang negatif, maka akan memperoleh reaksi yang negatif. Begitu sebaliknya. Jika melakukan aksi yang positif, maka reaksi yang akan terjadi positif. Rasa optimis yang dimiliki seseorang akan berdampak pada penyembuhan penyakit seseorang.
Rasa optimis dapat ditunjukkan dengan berbagai hal, seperti memberi rangsangan positif dari segala panca indera. “Kalau rangsangan lewat benda ya, dengan bentuk makanan. Kalau telinga lewat kata-kata positif, dan seterusnya. Karakter positif ini besar pengaruhnya terhadap penyembuhan,” ungkapnya.
Prof Abdurachman berharap bahwa ke depan pengobatan penyakit tidak hanya dengan faktor fisik tapi juga perlu memperhatikan faktor non fisik. “Harapannya ya, kedua hal ini baik fisik atau non fisik sama-sama menjadi perhatian dalam penyembuhan penyakit,” tutupnya. (*)
Penulis: Icha Nur Imami Puspita
Editor: Binti Q. Masruroh