Zakat, Infaq, dan Sedekah merupakan satu kesatuan yang secara umum dapat diartikan sebagai penyisihan sebagian harta yang dimiliki seseorang atau badan usaha dan diperuntukkan bagi pihak yang membutuhkan. Dilansir dari website resmi BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional), Zakat dapat diartikan sebagai harta tertentu yang dikeluarkan apabila telah mencapai syarat yang diatur sesuai aturan agama untuk diberikan kepada delapan golongan sesuai tuntunan QS. At-Taubah ayat 60. Pengelolaan zakat, infaq, dan sedekah telah diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2011.
Permasalahan ekonomi di Indonesia seolah tidak berpenghujung. Penghasilan minim, pengelolaan yang rendah terhadap sumber ekonomi nasional, tingkat pengangguran yang tinggi, keterbatasan kemampuan dalam mengelola bisnis, hingga ketidakmerataan kemakmuran dan kesejahteraan hidup bagi masyarakat Indonesia.
Mekanisme Zakat, Infaq, Sedekah yang diberikan oleh pihak yang “berlebih/cukup” untuk kemudian dapat disalurkan kepada pihak yang membutuhkan sebenarnya dapat menjadi salah satu solusi dalam usaha masalah ekonomi. Namun, pada kenyataannya penghimpunan ZIS belum optimal di Indonesia. Tiap tahun, pengumpulan dana meningkat di bulan Ramadahan dan pasca lebaran. Terlebih lagi mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam.
Menurut saya, hal ini dapat terjadi karena kurangnya edukasi tentang pentingnya ZIS bagi perekonomian umat. Kurangnya pengetahuan dari Muzakki (orang yang menunaikan zakat) tentang perhitungan/ besaran batas nishab yang harus dikeluarkan, sarana konsultasi, dan media penyaluran ZIS kepada Mustahik (penerima zakat), hingga minimnya perhatian masyarakat Indonesia terhadap dampak positif dari pengembangan pengelolaan dana ZIS secara berkelanjutan.
Sebenarnya, penyaluran dari zakat infaq sedekah (ZIS) di Indonesia telah memiliki banyak badan yang membantu dalam prosesnya. Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, disebutkan bahwa beberapa institusi yang diberikan amanat untuk mengelola zakat yakni diantaranya Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Lembaga Amil Zakat (LAZ), dan Unit Pengumpul Zakat (UPZ). Potensi ZIS untuk dapat menjadi solusi dalam pemberdayaan ekonomi umat tentu berkaitan erat dengan proses atau kebijakan dalam distribusi ZIS kepada penerimanya. Berdasarkan Peraturan Badan Amil Zakat Nasional Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Tata Kerja Unit Pengumpul Zakat, Pasal 1 Ayat 8 menyebutkan terdapat 8 golongan yang berhak menerima zakat yang terdiri dari fakir, miskin, amil, hamba sahaya, orang yang berutang, keperluan di jalan Allah, ibnu sabil, dan mualaf.
Potensi pengembangan penyaluran ZIS
- Penyaluran dana zakat sebagai modal usaha. Adanya penyaluran dana ZIS yang kepada mustahik yang sedang mengelola UMKM bertujuan untuk menumbuhkan jiwa kemandirian dalam pengembangan usahanya. Selain itu, menurut saya tujuan penting pemodalan adalah agar mustahik secara konsisten mendapatkan penghasilan untuk membiayai kebutuhan hidupnya. Dilansir dari laporan kinerja BAZNAS tahun 2022, data realisasi penyaluran dana ZIS berdasarkan program BAZNAS sub-program ekonomi, terjadi peningkatan realisasi penyaluran dari tahun 2021 yang sebesar Rp8.663.378.137 meningkat pada tahun 2022 menjadi sebesar Rp13.118.681.449. Hal ini menunjukkan bahwa penyaluran dana zakat produktif ini memberikan dampak positif pada pemberdayaan perekonomian umat. Realisasi penyaluran yang meningkat merupakan cermin dari dana ZIS yang meningkat pula. Mustahik tidak hanya mendapatkan saluran dana ZIS secara cuma-cuma namun juga dapat memperoleh penghasilan yang berkelanjutan dikemudian hari, meningkatkan usaha yang dimiliki, serta diharapkan dapat menyisihkan penghasilannya untuk menabung dan untuk bersedekah kepada mustahik lainnya.
- Transformasi ZIS berbasis online. Seiring perkembangan teknologi, transformasi ZIS online menjadi salah satu potensi dalam mengoptimalkan menambah mustahiq baru. Menurut saya, ZIS online unggul dalam hal kemudahan dan transparansi dalam pengelolaan ZIS. Proses pengumpulan, pendistribusian, dan pelaporan dilakukan dengan lebih efektif dan efisien melalui teknologi digital. Dalam contoh nyata saat ini, donatur dapat memantau penggunaan dana zakat yang telah disalurkan melalui platform digital yang disediakan oleh lembaga ZIS. Sehingga, transformasi ini dapat membuat donatur semakin percaya untuk memberikan ZIS dan juga membuka kesempatan bagi lebih banyak orang untuk beramal. Salah satu Lembaga ZIS online di Indonesia (Dompet Dhuafa) menyebutkan bahwa pada tahun 2023 partisipan donator meningkat sebanyak 106,1% dari tahun sebelumnya dan mayoritas berasal dari Gen-Z. Fakta ini membuktikan bahwa transformasi ZIS online dapat menjadi potensi yang sangat luar biasa untuk mengoptimalkan ZIS dalam pemberdayaan perekonomian umat karena memberikan kemudahan dalam penghimpunan dan penyaluran ZIS
- Pengadaan warung syariah. Potensi pengembangan penyaluran ZIS yang dapat penulis sarankan adalah pengadaan warung syariah yang dapat dikoordinir oleh BAZNAS sebagai Badan Amil Zakat Nasional. Pengadaan warung syariah ini dapat diperuntukkan bagi Mustahik yang memiliki niat dan jiwa kewirausahaan namun belum memiliki dana untuk membangun usaha dan belum memiliki ilmu untuk mendirikan sebuah usaha. Maka dari itu, disinilah peran BAZNAS untuk dapat memfasilitasi Mustahik tersebut memiliki sebuah warung yang bernama Warung Syariah dibawah naungan BAZNAS yang mana modal usaha dan design warung difasilitasi oleh BAZNAS. Nantinya, sistem dari Warung Syariah adalah bagi hasil yang mana antara Mustahik dan BASZNAS membagi hasil secara merata dengan ketentuan agama islam yang berlaku. Nantinya penghasilan dari Warung Syariah yang diterima oleh BAZNAS dapat disalurkan kembali kepada Mustahik yang membutuhkan dalam bentuk pinjaman dana modal usaha ataupun dalam bentuk pengadaan Warung Syariah. Sedangkan dari sisi Mustahik yang menjalankan Warung Syariah, dapat secara konsisten mendapatkan penghasilan untuk membiayai kebutuhan hidupnya.
- Pengelolaan dana berkelanjutan. Hal ini dapat menjadi salah satu solusi pengembangan penyaluran ZIS yang dapat memberdayakan perkenomian umat dalam jangka panjang. Seperti yang telah dilakukan oleh Pusat Pengelolaan Dana Sosial (PUSPAS) Universitas Airlangga memiliki program bernama Gerakan Berbaktik Seribu (GEBU). Program ini merupakan ajakan dari PUSPAS UNAIR sebagai sarana bagi masyarakat umum maupun warga UNAIR untuk beramal. Nantinya, dana yang telah diterima dari program ini diberdayakan untuk modal usaha berkelanjutan dan pemberdayaan. Dana disalurkan dibidang pendidikan, pengelolaan rumah sakit, hingga pemberdayaan masyarakat dalam bidang pertanian dan peternakan. Sehingga, dana wakaf yang telah diterima akan dapat memberikan manfaat secara tangible dan intangible.
Besarnya potensi pengelolaan ZIS memberikan tantangan dalam penyalurannya. Terkhusus tantangan dalam penyaluran ZIS sebagai modal usaha. Tantangan tersebut adalah memilih calon mustahik penerima bantuan modal yang layak dan sesuai kriteria ekonomi dan agama. Dibutuhkan kecermatan dalam memilih calon mustahik agar dana ZIS yang dipinjamkan akan dimanfaatkan untuk kepentingan yang sebenarnya yakni pengembangan usaha dan agar pengembalian modal usaha tidak macet. Mengatasi tantangan ini, BAZNAS dapat secara bertahap melakukan pendampingan, pemantauan, pembinaan, hingga pelatihan kewirausahaan kepada mustahik sesuai dengan keahlian masing-masing. Hal ini secara efektif menumbuhkan jiwa kewirausahaan dan tanggung jawab sehingga pemanfaatan dana ZIS dapat lebih optimal untuk memberdayakan perekonomian umat.
Tantangan lain yang sering muncul yakni terjadi kesenjangan antara rasio permintaan dan ketersediaan dana yang tak berimbang. Pada fenomena nyata, beberapa Lembaga Amil Zakat mengeluhkan bahwa jumlah permohonan bantuan dana bisa lebih banyak daripada dana yang tersedia di Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat tersebut. Tantangan ini sebenarnya pada tahun 2023 dapat teratasi dengan semakin maraknya penggunaan transformasi ZIS online yang telah dirasakan oleh salah satu Lembaga Amil Zakat di Indonesia (Dompet Dhuafa) dengan peningkatan partisipan donator sebanyak 106,1% dari tahun sebelumnya dan mayoritas berasal dari Gen-Z.
Menurut saya, dalam transformasi ZIS online yang secara progresif juga perlu diperhatikan transparansi dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pelaporan dana ZIS yang dapat dikontrol secara berkala oleh para donatur dengan memanfaatkan perkembangan teknologi digital.
Selain itu, juga perlu adanya proses pengauditan yang dilakukan oleh auditor eksternal setiap periodenya dalam proses pengelolaan dana oleh Badan/Lembaga Amil Zakat. Hal itu perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya kembali kasus kelam terkait kasus penyelewengan dana bantuan oleh Badan/Lembaga tertentu. Mengontrol secara berkala ketaatan prosedur pengelolaan dana hingga pelaporan dana oleh Badan/Lembaga Amil Zakat. Selain itu juga akan meningkatkan rasa kepercayaan dari donatur untuk mengamalkan dananya semakin banyak tanpa rasa ragu, sehingga penyaluran ZIS juga dapat semakin optimal dan dapat mengatasi permasalahan kemiskinan umat serta secara optimal dapat memberdayakan perekonomian umat di Indonesia.
Author: Ahmad Danang Sagita (Mahasiswa S-1 Akuntansi Kampus Banyuwangi)
Editor: Acn