Universitas Airlangga Official Website

25 Tahun Reformasi, BEM FISIP Berefleksi dengan Kawan Herman Bimo

Perkumpulan Yang Hadir Dalam Acara “Merayakan” 25 Tahun Reformasi: Refleksi Jejak Pelanggaran HAM di Indonesia Pasca Reformasi Mei 1988. (Sumber: Vidy)
Perkumpulan Yang Hadir Dalam Acara “Merayakan” 25 Tahun Reformasi: Refleksi Jejak Pelanggaran HAM di Indonesia Pasca Reformasi Mei 1988. (Sumber: Vidy)

UNAIR NEWS – Peringati 25 tahun reformasi melalui diskusi terbuka di Taman Garuda Mukti Kampus C Universitas Airlangga (UNAIR). Diskusi kali ini mengangkat tema “Merayakan” 25 Tahun Reformasi: Refleksi Jejak Pelanggaran HAM di Indonesia Pasca Reformasi Mei 1998″ oleh BEM Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR) pada Minggu (21/5/2023). 

Ketua BEM FISIP membuka acara berlanjuta dengan penampilan pembacaan puisi. Kemudian berlanjut dengan refleksi diskusi, lalu berakhir dengan penampilan Band Lontar. 

Sejumlah organisasi turut serta dalam refleksi itu. Yakni, Amnesty, KontraS, Polstrat, dan Kawan Herman Bimo. 

Dandi, salah seorang daro organisasi Kawan Herman Bimo, menjelaskan bahwasannya pada tahun 74 sudah terjadi demonstrasi mahasiswa. Tetapi tidak mengangkat dan mempersoalkan tentang korupsi. Namun, lebih mempersoalkan tentang krisis ekonomi yang terjadi pada saat itu. 

“Dahulu sudah terdapat lembaga dewan mahasiswa, yakni Senat Mahasiswa. Senat Mahasiswa harusnya sejajar dengan kedudukan rektorat karena dapat mengusulkan pembuatan rancangan peraturan pada perguruan tinggi. Akan tetapi, terdapat peraturan dari Mendikbud, yaitu kebijakan NKK/BKK pada tahun 78 yang membatasi adanya kedudukan dari Senat Mahasiswa dengan ditempatkan dibawah rektorat,” jelasnya.  

Tidak menyerah pada pembatasan, mahasiswa pada tahun tersebut membentuk kelompok studi untuk melakukan refleksi agar bisa menggeliat di balik represi pemerintahan. Mulai melakukan advokasi kasus-kasus rakyat seperti pada permasalahan petani dan upah buruh yang tidak layak. 

“Tentu di balik itu semua terdapat berbagai peristiwa tidak menyenangkan. Salah satunya terdapat dua mahasiswa FISIP UNAIR yang hilang pada masa Orde Baru, yaitu Herman dan Bimo. Dan bagaimana cara kita menghormati akan perjuangannya pun masih belum terlihat titik terangnya.”

Pada sesi diskusi, terdapat berbagai macam argumen dan pertanyaan. Yogi, perwakilan BEM FISIP Universitas Pembangunan Nasional (UPN), mempertanyakan mengapa kita “mahasiswa” selalu kembali pada masa reformasi 98 ketika permasalahan saat ini bisa di bilang sudah berbeda dengan tahun 98.

Hingga Ita selaku alumni FISIP UNAIR 95 yang bergabung dalam Kawan Herman Bimo pun mempertanyakan, apa yang buah setelah adanya diskusi dan refleksi ini, apakah gerakan-gerakan dari mahasiswa saat ini masih relevan dan apa wujud dari gerak mahasiswa dari diskusi ini? 

Melalui diskusi yang panjang antar instansi yang hadir, berhasil menghasilkan kesepakatan kerja sama. Presiden BEM FISIP UNAIR, yaitu Aulia Thariq Akbar setuju untuk berkolaborasi dengan Kawan Herman Bimo dalam rencana pembangunan tugu memorial di FISIP UNAIR untuk menghormati atas peristiwa yang menimpa Herman dan Bimo. 

Penulis: Nokya Suripto Putri 

Editor: Feri Fenoria