Universitas Airlangga Official Website

Blount Disease, Kelainan Tulang pada Anak-Anak

Muhammad Ihsan Kitta dr M Kes Sp OT(K) menjadi pemateri dalam Pediatric Orthopedic Grand Round & Symposium Indonesian Pediatric Orthopaedic Society (Sumber: Panitia)
Muhammad Ihsan Kitta dr M Kes Sp OT(K) menjadi pemateri dalam Pediatric Orthopedic Grand Round & Symposium Indonesian Pediatric Orthopaedic Society (Sumber: Panitia)

UNAIR NEWSPediatric Orthopedic Grand Round & Symposium Indonesian Pediatric Orthopaedic Society telah terlaksana pada Selasa, (30/5/2023) oleh Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (UNAIR). Menjadi salah seorang pemateri dalam acara itu, Muhammad Ihsan Kitta dr M Kes Sp OT(K) memberikan materi terkait “Blount Disease Current Diagnosis Approach”. 

“Teman-teman yang di klinik pasti sudah banyak menerima pasien yang mana permasalahannya terkait bowing atau kelainan pada kaki. Yang biasanya terajdi pada anak-anak berusia mulai 2 tahun. Dan, banyak sekali orang tua yang khawatir akan adanya penyakit tersebut,” tuturnya.

Blount Disease adalah kelainan pada pertumbuhan bagian lempeng tulang kering yang tidak normal. Hal tersebut sering terjadi pada fisiologis perkembangan pada anak. 

Klasifikasi Blount Disease

Blount Disease memiliki klasifikasinya tersendiri. Klasifikasinya pun menyangkut pada usia anak-anak. Pertama, infantile yang mana hal itu terjadi pada anak-anak berusia kurang dari 18 bulan. Early walker, terjadi pada pusat proximal tibia. Dan, bilateralnya lebih besar dari pada unilateral. 

Kedua, Adolescent karena obesitas, biasa terjadi pada anak-anak umur kurang dari 9 tahun. Itu terjadi di pusat proximal tibia dan distal femur. Dan, bilateralnya lebih kecil daripada unilateral. 

Blount Disease menyebabkan anak lebih pendek daripada usianya. Karena, ada perbedaan pada panjang tungkainya. 

Metode Diagnosis Blount Disease

Perlu menjadi perhatian untuk melakukan diagnosa. Harus memeperhatikan historynya.  Yaitu, early walker dan physical exam meliputi varus, procurvatum, internal tibial rotation, bilateral dan unilateral, leg length discrepancy, lateral thrust, gait disturbance, obese, dan short stature di bawah 30 persen.  

Muhammad Ihsan Kitta dr M Kes Sp OT(K) menyebutkan, terdapat metode untuk mendiagnosis anak-anak yang terkena bow legs

“Terdapat tiga metode, yaitu X rays, Magnetic Resonance Imaging (MRI), dan Computed Tomography (CT) Scan. Dan, sejauh ini yang masih efektif dan paling cepat untuk jangka panjang itu, X Rays. CT Scan tidak terlalu menjadi anjuran karena terdapat radiasi dalam pelaksanaannya,” tutupnya. 

Penulis: Nokya Suripto Putri 

Editor: Feri Fenoria