UNAIR NEWS – Kejadian antraks di Gunungkidul baru-baru ini memunculkan keprihatinan banyak pihak, termasuk pakar kedokteran hewan asal Universitas Airlangga (UNAIR), Dr Nusdianto Triakoso MP drh.
Penyakit Antraks penyebabnya adalah bakteri Bacillus anthracis. Bakteri ini bisa berubah menjadi bentuk spora bila bertemu dengan udara, dan akan mempunyai ketahanan yang sangat kuat bertahan di lingkungan atau tanah hingga berpuluh tahun. Resistensi ini menyebabkan kawasan yang telah terdeteksi antraks perlu adanya pengawasan. Sebab, terdapat peluang terjadinya antraks yang lebih tinggi karena ternak terinfeksi dari pakan yang tercemar spora antraks di tanah.
Tingkatkan Edukasi dan Pelaksanaan SOP
Dosen Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UNAIR tersebut menyarankan pemerintah dan dinas terkait untuk dapat melacak dan menangani sumber penularan hewan ternak yang terdeteksi antraks. Setelahnya, dinas peternakan dan kesehatan dapat memberikan edukasi utamanya pada tradisi mbrandu, ataupun gejala dan penyembuhan penyakit antraks pada hewan maupun manusia.
“Harus mengingatkan para peternak untuk segera melaporkan seluruh hewan ternak yang mati tiba-tiba. Juga tidak boleh membuka atau membelah ternak yang mati tiba-tiba di daerah endemik anthraks. Bangkai ternak yang teridentifikasi antraks harus diburan minimal kedalaman dua meter dan ditaburi kapur. Harapannya agar bakteri tersebut mati dan tidak muncul ke permukaan tanah dan berpotensi menularkan ke hewan dan atau manusia,” sebutnya.
Masyarakat harus menghindari kawasan yang terdeteksi spora antraks. Agar spora anthraks tidak mencemari pakan yang hewan ternak konsumsi. “Sebagai langkah pencegahan di daerah endemis, masyarakat harus menganggap semua ternak yang mati tanpa sebab sebagai penderita antraks. Meski, tidak terdapat tes secara laboratorium, dan harus melakukan penguburan dalam-dalam. Tidak boleh membuka atau membelah hewan meski untuk tujuan tes laboratorium. Bisa melakukan tes laboratorium dari sampel darah yang keluar dari lubang-lubang alami tubuh,” tambahnya.
Kekebalan Hewan Ternak
Selain mencegah terinfeksinya hewan ternak, peternak juga sebaiknya meningkatkan kekebalan dengan cara melakukan vaksinasi anthrax. Dengan vaksin tersebut, ternak bisa kebal meskipun sewaktu-waktu memakan pakan yang tercemar spora bakteri antraks.
Peternak juga harus sigap melapor kepada petugas bila menemukan ternak yang terlihat sakit.
“Agar bisa segera didiagnosa. Karena bila tidak terlalu parah masih bisa diberikan antibakteri agar sembuh,” ungkapnya.
Kebiasaan Mbrandu
Menyoal tradisi Mbrandu atau membeli dan memakan ternak mati demi meminimalkan risiko keuangan yang terjadi, Dr Nus menyebutkan bahwa hal tersebut sebagai kebiasaan yang umum ada.
“Kalau di tempat lain biasa disebut dengan dipurak atau pemotongan dan pembagian daging hewan ternak yang hampir atau sudah mati,” katanya.
“Tidak semua ternak yang sakit itu positif antraks. Tapi kebiasaan makan ternak mati atau sakit itu buruk. Sebaiknya ada edukasi dari berbagai sudut pandang, baik sisi ekonomi, budaya, dan agama. Sehingga, hewan yang sakit atau sudah mau mati, bahkan sudah dikubur, tidak dipotong, disembelih, dan dikonsumsi,” jelasnya. (*)
Penulis : Stefanny Elly
Editor : Binti Q. Masruroh