SURABAYA – ADM WEB | Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Departemen Antropologi FISIP UNAIR, dan Universitas Hasanuddin (UNHAS) berkolaborasi dalam penelitian arkeologi di Bontocani, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Penelitian ini dilaksanakan secara bertahap sejak tahun 2017 sampai saat ini. Namun, pada tahun 2019 hingga 2020 penelitian dihentikan sementara karena terdapat konsentrasi penelitian di tempat lain.
Kolaborasi ketiga institusi tersebut bertujuan untuk mencari jejak kehidupan manusia prasejarah di Sulawesi Selatan. Delta Bayu Murti, S.Sos., M.A., dosen Antropologi FISIP UNAIR, ikut tergabung dalam kolaborasi penelitian arkeologi ini.
“Peninggalan di Sulawesi Selatan sebenarnya cukup banyak dan sangat dikenal, misalnya di Maros banyak temuan yang menunjukkan bahwa Sulawesi sudah sangat padat di masa lalu dengan kehidupan masyarakat prasejarahnya,” ujar Bayu. Setelah mendapatkan banyak penemuan di Maros, para peneliti mencari area lain yang menunjukkan keberlanjutan masyarakat prasejarah Maros ke daerah lainnya. Itu sebabnya para peneliti memilih untuk mencari di area Bontocani, Bone.
Tujuan dari penelitian ini adalah memahami bagaimana kehidupan masyarakat prasejarah di Sulawesi Selatan, khususnya di area Bontocani. Menurut Bayu, penelitian ini menjadi suatu hal yang menarik karena berdasarkan penelitian lain menunjukkan bahwa salah satu arus migrasi manusia prasejarah ke Indonesia berada di Sulawesi. Maka dari itu, dalam kerangka studi migrasi manusia prasejarah, Sulawesi menjadi daerah yang menarik untuk dikaji oleh para peneliti.
Selanjutnya, Sulawesi menjadi daerah yang mulai banyak ditemukan manusia prasejarah dalam 5 sampai 10 tahun terakhir, yang sebelumnya didominasi oleh Jawa dan Sumatra. Di samping itu, para peneliti mencoba membandingkan temuan antarsitus di Sulawesi untuk melihat bagaimana manusia prasejarah saling terkoneksi. Apakah di masa lalu orang, kelompok atau komunitas itu memiliki kepribadian menutup atau membuka diri.
Bayu berharap agar penelitian ini dapat terus berlanjut dan meneruskan rekomendasi yang ia sampaikan pada laporan penelitian. Rekomendasi itu diantaranya adalah melakukan uji laboratorium mengenai kebiasaan mengunyah Sirih Pinang yang terjadi pada masyarakat yang diteliti serta uji DNA untuk melihat bagaimana hubungan kekerabatan mereka.
“Itu akan memberikan informasi yang bagus untuk masyarakat, minimal untuk masyarakat sekitar bahwa area dimana mereka tinggal itu sejak zaman dahulu memang sudah ada yang tinggal dan semua sepakat bahwa area itu nyaman untuk ditinggali, karena kalau tidak (nyaman) ya tidak mungkin sejak dahulu ditinggali,” tambahnya.
Artikel ini merefleksikan poin ke-4, dan 17 Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu Quality of Education dan Partnerships for the goals. (AA)