Universitas Airlangga Official Website

Stimulasi Literasi untuk Anak Sejak Dini

UNAIR NEWS – Literasi adalah kemampuan untuk membaca, memahami, menginterpretasi, serta menggunakan informasi maupun teks. Literasi juga meliputi kemampuan berbicara, menulis, dan menggunakan media yang bisa mengekspresikan pemikiran dari seorang anak.

“Penanaman literasi perlu penanaman sejak dini karena dalam kemampuan literasi, anak akan mengenal dunia sekitar melalui teks atau informasi sehingga dia bisa beradaptasi dengan lingkungannya. Selain itu anak juga akan mampu berpikir kritis, mengembangkan pengetahuan baru, dapat memahami situasi dan kondisi juga akan mengarahkan tujuan hidupnya secara umum,” tutur Dr Nur Ainy Fardana N MSi dalam acara Ngobras bersama Perpustakaan UNAIR Kamis (27/3/2023).

Anak yang mendapatkan literasi optimal sejak kecil maka perkembangan kognitifnya akan lebih bagus, kosakata lebih banyak, pengetahuan lebih luas, dan hal baru yang mereka peroleh lebih banyak dari pada anak yang kurang stimulasi literasi. Pengaruh juga terasa pada kemampuan bahasa dan bicara yang secara otomatis akan membentuk kemampuan sosial yang baik.

“Kemampuan ekspresif juga menjadi bagian dari literasi, jadi bukan hanya memahami tapi juga mampu mengekspresikannya,” ungkap Neni.

Literasi Anak Sesuai Usia

Dalam berinteraksi dengan anak ada kondisi yang perlu menjadi perhatian adalah usianya. Untuk anak pra-sekolah itu merupakan fase penting yang menjadi pondasi bagaimana literasi itu akan berkembang secara optimal. Pada usia ini, sebenarnya anak sudah mengembangkan literasi dini mencakup kesiapan dalam kemampuan membaca, memahami teks bacaan, dan menulis maupun berhitung. Proses mengenalkan literasi sejak dini pada anak usia pra-sekolah juga bisa dengan interaksi secara langsung seperti berbicara bercerita, dongeng, bermain bersama, bernyanyi, bersyair.

“Pada usia dini sebenarnya anak sudah mulai mengembangkan kesadaran fonologisnya seperti bagaimana ia mengenal bunyi ujaran, kosa kata, huruf, angka, maupun menghubungkan gambar dengan kosakata atau makna tertentu. Hal itu harus orang tua bangun sejak usia pra-sekolah,” tutur Neni.

Pada usia 6 sampai 8 tahun, anak sudah memahami bacaan lebih baik. Ia juga harus bisa mulai membaca dalam hati. Maka perlu asupan buku atau teks bacaan lainnya yang membuat mereka menemukan rasa ingin tahu karena minat bacanya sudah berkembang.

Kemudian di usia 9 sampai 12 tahun, anak-anak lebih kompleks dalam memahami bacaan dan rasa ingin tahu yang semakin tinggi. Pada usia ini literasi digital juga sudah bisa dikenalkan kepada anak. Hal ini tentunya juga harus diajarkan secara bijaksana mengenai bagaimana mengakses informasi, mengevaluasi sumber informasi yang layak, serta isi konten.

Untuk usia remaja 12 hingga 14 tahun, literasi digital dihubungkan dengan kesadaran mereka sebagai bagian dari dunia sosialnya. Penting bagi orang tua atau pendidik memiliki kesadaran bahwa pada usia ini kebutuhan mengenal literasi melalui media digital itu sangat pesat. Rasa ingin tahu tumbuh karena ingin membangun relasi sosial dengan teman sebayanya.

Usia 14 hingga 18 tahun, pada fase ini anak akan mulai memikirkan masa depannya. Literasi itu berkaitan dengan pemilihan karir, seperti bagaimana menggunakan literasi untuk pengembangan karir dan masa depan. Orangtua harus memahami asupan informasi yang anak butuhkan.

“Di usia pra-sekolah belum saatnya anak mengenal literasi digital. Literasi pada anak harus dekat dengan kehidupan mereka sehari-hari seperti menggunakan media buku. Anak-anak harus benar-benar mengalami interaksi secara fisik dengan buku karena selain untuk sumber literasi juga akan melatih motorik halus dengan membuka bukunya,” tutur Neni.

Strategi Pengembangan Literasi Anak

Di era ini, penggunaan perangkat digital tidak dapat dipungkiri. Perlu penanaman kepada anak bahwa perangkat digital bukanlah sumber utama mengenal informasi. Sumber pengetahuan bisa berasal dari mana saja seperti dalam buku.

“Minat baca bukan berarti anak harus menyukai buku tetapi adalah bagaimana anak memiliki ketertarikan terhadap buku,” ujar Neni.

Peran orangtua dalam menanamkan literasi pada anak sejak dini sangat penting. Pertama orang tau harus bisa meciptakan lingkungan yang kondusif bagi anak. Dalam hal ini orangtua perlu memberitahukan sumber informasi yang baik dan mengajak anak merefleksikan apa yang merweka rasakan.

Kedua, mengajak anak mengenal sumber informasi dari buku seperti mengajak anak ke perpustakaan atau toko buku. Hal ini juga dapat menumbuhkan minat baca dan mengenalkan sumber informasi selain dari gawai.

Ketiga, orang tua harus bisa menjadi role model untuk anaknya. Orang tua perlu memberikan contoh yang baik pada anak tentang bagaimana menyaring informasi.

Mengekspresikan Bahasa

Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan literasi pada anak, di antaranya adalah pada usia pra-sekolah anak bisa diajak untuk mengekspresikan dengan bahasa verbal agar terbiasa mendengarkan kosakata. Ketika anak mulai berbicara maka orangtua harus menjadi pendengar yang baik bagi anak.

Pada usia sekolah dasar orangtua perlu menyediakan buku yang dapat mendukung kegiatan akademik anak. Kemudian pada usia sekolah menengah pertama, anak bisa orang tua fasilitasi dengan sumber informasi baik dari buku maupun media digital yang relevan.

Perlu Pendampingan

Dalam penggunaan media digital anak perlu mendapat pendampingan dan edukasi. Media digital dapat memberikan kemudahan bagi anak untuk belajar, namun orangtua juga perlu berhati-hati agar tidak abai dengan konten yang dapat merusak perkembangan anak.

“Stimulasi literasi merupakan pintu bagi anak untuk membaca, memahami, dan mengeksplorasi dunia sekitar sehingga dia bisa menghadapi tantangan zaman kedepannya,” tutup Neni. (*)

Penulis : Nova Dwi Pamungkas

Editor : Binti Q Masruroh