UNAIR NEWS – Universitas Airlangga (UNAIR) kembali mengukuhkan Guru Besar pada Rabu (6/9/2023) di Aula Garuda Mukti, Kampus MERR-C UNAIR. Kali ini, terdapat empat Guru Besar dari Fakultas Kedokteran, salah satunya Prof Dr Anggraini Dwi Sensusiati dr Sp Rad (K). Prof Anggraini merupakan lulusan Fakultas Kedokteran UNAIR. Ia menempuh pendidikan S1 hingga S3-nya di Fakultas Kedokteran UNAIR dan mengambil Pendidikan Spesialis Radiologi. Kemudian, ia mendaftar seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) pada tahun 1989 dan menjadi PNS pada tahun 1990.
Guru Besar Bidang Ilmu Neuro-KL dan Clinical Radiology
Setelah itu, ia aktif menjadi dosen dan terlibat dalam berbagai kegiatan akademik di Fakultas Kedokteran UNAIR. Pada tahun 2023 ini, ia resmi sebagai Guru Besar Dalam Bidang Ilmu Neuro-KL dan Clinical Radiology sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran Aktif Ke-29.
Pada orasi ilmiahnya yang berjudul Radiologi Saraf, Terobosan Teknologi dalam Upaya Pencegahan Kecacatan dan Kematian Umat Manusia Akibat Stroke. Prof Anggraini menjelaskan kedokteran saraf yang menjadi bidang penelitiannya merupakan cabang ilmu radiologi diagnostik yang berfokus pada diagnosis abnormalitas pada susunan saraf pusat, tulang belakang, kepala, serta leher dengan memanfaatkan teknologi pencitraan.
“Teknologi pencitraan yakni ahli radiologi saraf dapat membuat interpretasi citra otak, tulang belakang, kepala, wajah, leher, dan bagian saraf lain untuk mendiagnosis adanya infeksi saraf atau penyakit lain seperti stroke, tumor, kelainan genetik, dan sebagainya,” terang Guru Besar kelahiran Pasuruan, 12 September 1961 itu.
Penanganan Stroke
Stroke di Indonesia, lanjutnya, merupakan penyakit pembunuh nomor satu. Sedangkan, secara global stroke menduduki posisi nomor dua sebagai penyakit pembunuh.
“Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak mengalami gangguan atau penyumbatan. Tanpa pasokan darah, otak tidak akan mendapatkan asupan oksigen dan nutrisi, sehinggal sel-sel otak akan mati. Selain menyebabkan kematian, stroke juga penyebab kecacatan permanen,” tutur pengampu mata kuliah USG, MSCT, dan MRI Kepala-Leher tersebut.
Menurut Prof Anggraini, salah satu aspek yang memengaruhi keberhasilan penanganan stroke yaitu ketersediaan CT scan, MRI, tenaga radiographer, dan ahli radiologi untuk melakukan diagnosis stroke dan pemeriksaan laboratorium yang mendukung. Tanpa semua itu, penanganan stroke tidak akan maksimal.
“CT scan bisa mendeteksi stroke dalam waktu beberapa detik saja, sehingga teknologi ini sangat diandalkan untuk deteksi cepat stroke,” ucapnya.
Pola Gaya Hidup Sehat
Pada akhir, Prof Anggraini mengingatkan untuk senantiasa menjaga gaya hidup sehat. Pilihan terbaik untuk menangani stroke adalah dengan mengendalikan faktor risiko. Deteksi dini stroke juga perlu dilakukan.
“Jika ada tanda-tanda stroke seperti tiba-tiba mati rasa pada wajah, lengan, maupun kaki, kebingungan, kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan, kesulitan melihat, pusing, kehilangan keseimbangan, dan sakit kepala parah sesegera mungkin panggil ambulans atau datang ke rumah sakit yang memiliki fasilitas penanganan stroke,” pungkasnya. (*)
Penulis : Dewi Yugi Arti
Editor: Khefti Al Mawalia