Universitas Airlangga Official Website

Diskusi Panel UNAIR Soroti Harmonisasi Perguruan Tinggi, Evolusi Industri dan Global Engagement

UNAIR NEWS – Dalam rangkaian kegiatan konferensi QS APAC 2023, UNAIR mengadakan diskusi panel yang mengeksplor tentang inovasi terutama harmonisasi perguruan tinggi, evolusi industri dan global engagement. Empat pembicara dihadirkan dalam diskusi yang dilaksanakan pada 8 November 2023 di Auditorium Exhibition Hall 8BC, Kuala Lumpur Convention Center, Malaysia. Prof Muhammad Miftahussurur, dr SpPD MKes PhD FINASIM memimpin jalannya diskusi yang dihadiri oleh seluruh delegasi QS APAC 2023 dari UNAIR dan peserta konferensi dari universitas-universitas lainnya. 

Dalam pidato pembukanya, Prof. Miftah mengatakan bahwa kerja sama triple-helix  dari perguruan tinggi, industri dan pemerintah sangat diperlukan untuk bisa menghadirkan solusi permasalahan dunia. “Untuk menghadapi tantangan global, industri dan perguruan tinggi perlu bekerja sama untuk menyesuaikan kesepakatan bersama melalui tata kelola relasional. Kolaborasi ini menghasilkan pengembangan produk baru, layanan baru, dan proses baru,” kata Prof. Miftah.

Sementara itu, Fx Sudirman, CEO PT Biotis, menceritakan bagaimana perusahaan yang baru dibentuknya bisa mengembangkan Covid-19 vaccine saat pandemi melanda dunia. Dia juga menceritakan rencana pengembangan vaksin dari Prof. Fedik Abdul Rantam dan kesepakatan yang dicapai antara PT Biotis dan UNAIR, serta pemerintah dalam mengeluarkan Keputusan Presiden yang melancarkan terciptanya vaksin domestik Indonesia yang diberi nama INAVAC.

“Cerita ini menunjukkan kuatnya tekad kami untuk menciptakan sinergi antara perguruan tinggi, industri dan dukungan penuh dari pemerintah. Sangat jelas dampak perubahan yang dihasilkan dari kolaborasi tiga pihak tersebut. Bersama kami bisa menjawab tantangan global dan memberikan hasil yang luar biasa,” jelas Sudirman.

Selain itu, Dr Datin Aznita Aziz selaku Vice President Divisi Pengembangan Industri dari Korporasi Pengembangan Bioekonomi Malaysia menjelaskan pentingnya kolaborasi universitas dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI) dalam menciptakan lapangan kerja baru dan menyiapkan generasi berikutnya. Dia mengulas hal tersebut dari perspektif negaranya, Malaysia. Dia menjelaskan bagaimana 30 tahun lalu, semua berawal dari sebuah krisis, saat tingkat pengangguran tinggi dan lulusan tidak disiapkan untuk bisa langsung siap kerja. 

“Pemerintah saat itu merasa ada sesuatu yang perlu diperbaiki, karena tingkat pengangguran cukup tinggi dan skill yang kita dapatkan dari universitas tidak dipakai ditempat kerja,” kata Datin.

Lebih lanjut dia menjelaskan beberapa kebijakan pemerintah dibuat untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satunya dengan melalui pemberian dana hibah yang bersayarat.

“Pemerintah mendorong terjadinya kolaborasi antara perguruan tinggi dan industri dengan menyediakan dana hibah penelitian. Jika bukan penelitian kolaboratif universitas dan industri, dana hibah itu tidak akan diberikan,” lanjutnya.

Vice President Industry Development – Industrial of the Malaysian Bioeconomy Development Corporation Sdn. Bhd. menguraikan ada beberapa faktor penting yang perlu didorong demi terciptanya iklim inovasi dan kolaborasi yang bagus.

“Sekarang setiap orang mengerti pentingnya memastikan lulusan mendapatkan pekerjaan yang tepat dengan skill yang mereka dapatkan dari universitas. Kedua, perguruan tinggi juga harus mendorong adanya eksposur praktik, bisa melalui program magang 1-6 bulan sebelum mereka lulus,” tuturnya.

Direktur Utama ICBiotech Osaka University, Prof Dr Kazuhito Fujiyama, mengulas bagaimana kolaborasi perguruan tinggi dan industri bisa tetap kuat, berkelanjutan dan berkeadilan. Prof. Fujiyama menyampaikan fase-fase kolaborasi yang terjadi di Osaka University.

“Kami memulainya dengan konsultasi teknologi dan joint-research dari akademisi universitas. Jika menunjukkan hasil yang bagus, perusahaan akan mempertimbangkan komersialisasi, marketing dan kami bisa masuk fase kedua yaitu industri di kampus yang berarti membawa riset perusahaan di dalam kampus,” jelasnya.

Dalam empat hingga lima tahun, industri di kampus tersebut berusaha menghasilkan terobosan baru yang benar-benar bisa dikapitalisasi sebagai produk inovatif yang komersial. Mahasiswa bisa bergabung dengan perusahaan dan kami bisa mendapatkan revenue dan hasil lainnya. 

“Terkadang perusahaan memberi kami ide, kemudian kami mengembangkan ide tersebut menjadi teknologi. Siklus seperti ini sangat penting untuk menjaga keberlanjutan kolaborasi dengan perusahaan,” imbuh Prof. Fujiyama.

Pembicara keempat, Hugh Edminston, Senior Vice President (Administration) of Singapore Management University menjelaskan pentingnya global engagement dan transfer ilmu pada konteks kolaborasi inovatif. 

“Jika kita tidak bekerjasama untuk menyelesaikan permasalahan dunia yang kita hadapi di bumi, bisa saja kita tidak ada disini setelah 150 tahun. Tetapi hal yang mengesankan buat saya, semua universitas besar di dunia mempelajari topik yang sama seperti keberlanjutan, penuaan populasi, big data, AI. Inilah yang kita kerjakan sekarang dan kita harus mengerjakannya bersama-sama,” ujarnya.

Hugh mengatakan ada banyak kesempatan kerjasama dan menghasilkan solusi yang berdampak. Menurut Hugh, kerjasama pihak universitas dengan industri merupakan kunci penting untuk menghasilkan solusi tersebut.

Penulis: Andi Pramono