UNAIR NEWS – Himpunan Mahasiswa Komunikasi (HIMAKOM) Universitas Airlangga menggelar Seminar Nasional yang membahas isu kesetaraan gender. Seminar Nasional Lentera 2023 bertajuk “Mendobrak Plafon Kaca: Peran Perempuan dalam Akademis dan Transformasi Sosial”. Acara itu terlaksana di Gedung A FISIP UNAIR pada Kamis (9/11/2023).
Dalam kegiatan ini, HIMAKOM UNAIR mengundang beberapa narasumber. Salah satunya adalah Rani Sukma Ayu Suteja SIkom MSc seorang dosen Ilmu Komunikasi UNAIR. Pada kesempatan itu, Rani membahas mengenai “Kesenjangan Gender dalam Pencapaian Akademis”.
Regulasi Netral Gender
Pada pembukaannya, Mbak Rani sapaan akrab pemateri menyampaikan bahwa Indonesia tidak ada aturan yang condong terhadap gender tertentu. “Sebenarnya, secara aturan dasar negara kita itu semuanya netral gender,” ujarnya saat membuka sesi materi.
Dalam kesempatan itu, ia menyampaikan bahwa kesenjangan gender itu akibat dari budaya yang ada. Ia pun menunjukkan beberapa contoh regulasi yang menurutnya netral gender, seperti pada Pasal 31 UUD 1945 ayat 1 tentang hak pendidikan atas setiap warga negara.
“Mau ekonominya seperti apa, jenis gendernya apa? Itu semua berhak untuk mendapatkan akses akademis. Nah sekarang kan negara sudah menanggung ya, SD sampai SMA untuk negeri itu bisa gratis,” jelasnya.
Ia juga menyebutkan Pancasila sila ke-2 beserta butirnya, menurutnya itu memperlihatkan bahwa dalam regulasi negara tidak ada yang menyebutkan dan tidak mengandung kesenjangan gender.
“Bisa kita pahami bahwa dalam dasar negara itu tidak ada sama sekali yang menyebutkan bahwa perempuan itu tidak boleh belajar dan laki-laki harus belajar karena nanti akan bekerja dan yang lainnya,” ungkapnya.
Munculnya Kesenjangan Gender
Menurut dosen Ilmu Komunikasi UNAIR itu, adanya benturan dan permasalahan kesenjangan gender itu karena adanya budaya masyarakat. Adanya label kepada masing-masing gender, perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan.
“Label laki-laki harus mencari nafkah dan perempuan harus mengurus rumah tangga,” ujarnya.
Rani juga menyampaikan bahwa capaian akademis bagi perempuan seringkali terkesampingkan oleh pandangan masyarakat karena peran domestiknya. Menurutnya, situasi saat ini terhadap kesenjangan gender terutama perempuan pada lingkup akademik sudah mulai berubah.
“Perempuan saat ini sudah luar biasa ya. Sudah boleh sekolah, tidak seperti dulu lagi. Sekarang orang tua juga sadar bahwa perempuan itu juga wajib sarjana,” katanya.
Penulis: Tsaqifa Farhana Walidaini
Editor: Nuri Hermawan