Sebenarnya sejak tahun 1990, Indonesia telah diakui oleh Organisasi Kesehatan hewan dunia sebagai negara bebas foot-and-mouth disease. Walaupun demikian foot-and-mouth disease di Indonesia dilaporkan telah outbreak pertama kali pada May 2022 yaitu sapi yang baru dibeli dari Kecamatan Balungpanggang, Kabupaten Gresik. Gejala yang muncul hipersalivasi, nafsu makan menurun, terengah-engah, suhu badan agak demam (Sudarsono, 2022). Foot-and-mouth disease adalah penyakit ternak yang sangat menular dengan dampak ekonomi yang tinggi.
Menurut Knight-Jones (2013) memperkirakan bahwa dampak tahunan FMD dalam hal kehilangan produksi yang terlihat dan kebutuhan akan vaksinasi di daerah endemik saja berjumlah antara US$6,5 dan 21 miliar. Selain itu, akibat wabah di negara dan zona bebas FMD dapat menyebabkan kerugian >US$1,5 miliar per tahun. Oleh karena itu, identifikasi awal foot-and-mouth disease viruses (FMDV) sangat penting untuk pengendalian penyakit dan meminimalkan kerugian yang dapat terjadi pada ternak. Diagnosis FMDV yang cepat dan akurat diperlukan untuk pengendalian penyakit yang efektif (Kasangan et al, 2014).
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi foot-and-mouth disease virus (FMDV), prototypic Aphthovirus dalam famili Picornaviridae. Partikel FMDV terdiri dari satu salinan genom RNA positif-sense (panjang ca. 8300 nt) (Belsham et al, 2011). Virus ini menyebabkan penyakit kaki dan mulut (FMDV), mengakibatkan vesikel pada kaki, mulut, lidah, dan puting hewan berkuku belah seperti sapi, domba, kambing dan babi (Kasangan et al, 2014). FMDV merupakan salah satu agen penyakit yang diketahui paling menular, sehingga FMDV diklasifikasikan sebagai penyakit yang dapat dilaporkan oleh Office International des Epizooties (OIE) (Rainwater-Lovett, 2009).
Menurut Chen et al (2011), selama ini untuk deteksi cepat FMDV secara konvensional antara lain dengan ELISA antigen spesifik dan pengamatan efek sitopatik dalam kultur (Carrilo et al, 2005), atau reverse transcriptase polymerase chain reaction(RT-PCR)Â (Reid et al, 2000) dan real time polymerase chain reaction (RT-PCR) (King et al, 2006; Reid et al, 2002).
Semua uji ini membutuhkan tenaga, waktu, biaya, fasilitas laboratorium, pengiriman spesimen klinis yang khusus sehingga seringkali mengakibatkan keterlambatan diagnosis virus FMDV (Chen et al, 2011). Indonesia memiliki wilayah dimana secara geografis dan topografis sangat sulit sehingga ketika outbreak FMDV saat ini, sangat membutuhkan diagnosis yang cepat dan akurat pada setiap dugaan kasus FMDV sebagai upaya mengendalikan infeksi hewan ini mengingat sangat menularnya virus FMDV.
Salah satu metode cepat, murah dan akurat yang dikembangkan saat ini adalah amplifikasi asam nukleat dengan reverse transcriptase loop mediated isothermal amplification (RT-LAMP) (Kasanga et al, 2014; Nagamine, Hase & Notomi 2002), Metode RT-LAMP baru baru ini digunakan untuk deteksi virus influenza A, Virus Newcastle Disease, dan virus sindrom penyakit pernapasan dan reproduksi pada porcine (Notomi et al, 2000; Pham et al, 2005; Chen et al, 2009), juga digunakan di China untuk mendeteksi infeksi FMDV (Chen et al, 2011).
Deteksi cepat, program vaksinasi serta pemantauan perubahan genomik dan geografis dari FMDV serotipe O merupakan program pencegahan yang penting karena penyebaran geografisnya yang luas dan cepat. Metode RT-LAMP dan urutan genom yang dilaporkan di sini diharapkan dapat berkontribusi pada pencegahan dan pemahaman tentang keragaman dan evolusi garis keturunan FMDV serotipe O, yang sangat penting untuk kontrol FMDV di Indonesia dan di seluruh dunia.
Dari hasil penelitian disini, virus yang dilaporkan berasal dari outbreak FMD Juni-Juli 2022 di kota di Jawa Timur Indonesia. Dimana sampel virus diambil berdasarkan diagnosis dokter hewan dengan gejala seperti FMD yaitu hipersalivasi, hipersekret hidung, nafsu makan menurun, suhu badan agak demam, serta adanya vesikel di mulut dan kuku. Hal ini sesuai dengan gejala klinis yang disampaikan oleh Kitching (2002) bahwa FMD memiliki gejala khas yaitu mengeluarkan air liur yang banyak dan mengeluarkan sekret hidung, pada awalnya mukoid dan kemudian mukopurulen, yang menutupi moncongnya. Selain itu pyrexia sekitar 40oC selama 1 sampai 2 hari, ditemukan adanya vesikel tongue, hard palate, dental pad, lips, gum, muzzle, coronary band, dan interdigital space. Vesikel kemungkinan juga ditemukan pada teats terutama pada sapi laktasi, adapun pada anak sapi muda biasanya mati sebelum munculnya vesikel.
Dari 5 ekor sapi di Jawa Timur terduga FMD dilakukan pemeriksaan menggunakan metode RT-LAMP yang didesain untuk pemeriksaan dilapangan dengan murah, cepat dan akurat khususnya untuk mendeteksi FMDV serotipe O dengan menggunakan set primer yang telah dipublikasikan (Farooq et al, 2014). Pada metode RT-LAMP, bila dye menggunakan hydroxy naphthol blue maka memberikan reaksi positif bila dalam tabung warna ungu berubah menjadi biru, sedangkan reaksi negatif bila gagal menghasilkan warna biru dan tetap berwarna ungu.
Perubahan warna diamati dengan mata telanjang di bawah cahaya alami atau dengan bantuan sinar UV pada 365 nm (Farooq et al, 2014). RT-LAMP, bila menggunakan SYBR Green I   maka perubahan warna hanya dapat diamati dengan bantuan sinar UV pada 365 nm yaitu reaksi positip bila tabung berwarna yellow menjadi hijau sedangkan negatip bila berwarna orange (Hu et al, 2003). Hasil RT-LAMP terhadap kasus outbreak FMD di Jawa Timur tahun 2022, dari swab vesicle kaki (5/5), swab secret nasal (5/5) dan swab saliva (4/4) semua 100% terdeteksi adanya FMDV serotipe O. kemudian dikonfirmasi menggunakan metode gold standard bagi FMDV yaitu RT-PCR dengan primer yang sudah dipublikasikan untuk mendeteksi FMDV serotipe O (Sarkar et al, 2017) ternyata juga 100% terdeteksi adanya FMDV serotipe O.
Dari hasil penelitian ini membuktikan deteksi dengan metode RT-LAMP sangat menjanjikan untuk mendeteksi FMDV di lapangan dengan mudah, cepat dan akurat  dibandingkan dengan RT-PCR. Hal ini sesuai yang dilaporkan oleh Kasanga et al (2014) dan Parida et al (2016) bahwa deteksi FMDV dapat dilakukan menggunakan metode RT-LAMP yaitu hanya membutuhkan inkubator sederhana seperti blok pemanas atau penangas air dan dapat dikerjakan selama 15-60 menit pada suhu konstan yaitu 60oC.
Adapun prinsip dari metode RT-LAMP adalah sintesis DNA melalui perpindahan untai secara autocycling yang dilakukan oleh enzim Bst DNA polymerase large fragment. Campuran dari AMV reverse transcriptase dan Bst DNA polymerase memungkinkan terjadi reaksi reverse transcriptase dan amplifikasi DNA secara simultan didalam tabung yang sama (Kasanga et al, 2014; Nagamine et al, 2002). Uji RT-LAMP-FMDV sebagai alat diagnostik memiliki spesifisitas diagnostik >99% dan sensitivitas 79% (Bath et al, 2020).
Setelah memastikan outbreak FMD di Jawa Timur Indonesia selama Juni-Juli tahun 2022 disebabkan oleh FMDV serotipe O, maka selanjutnya product PCR sejumlah 249 bp dilakukan pemurnian dan sekuensing untuk melihat kemungkinan adanya mutasi Pada daerah gen VP1 pada isolate FMDV serotipe O yang ditemukan di Jawa Timur Indonesia dibandingkan dengan urutan dari serotipe O yang sudah dilaporkan dari beberapa negara di GenBank termasuk serotipe O dari Indonesia. Hasil nucleotide alignment memperlihatkan bahwa isolat JT-INDO-K3 mengalami tidak saja mutasi tapi juga delesi pada urutan nukleotida nomor 15. Bahkan dari analisis pohon filogenetik terlihat bahwa isolat JT-INDO-K3 meskipun berbeda cabang akan tetapi termasuk dalam klaster yang sama dengan isolate dari Malaysia dan Mongolia. Demikian juga JT-INDO-K3 ternyata berbeda bila dibandingkan dengan isolate FMDV serotipe O yang sudah dilaporkan dari Indonesia di Gen Bank.
Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak lagi bebas FMD padahal sebenarnya sejak tahun 1990 sudah dinyatakan bebas FMD bahkan sudah diakui oleh Organisasi Kesehatan hewan dunia (Sudarsono, 2022). Seperti halnya di Malaysia, kasus FMD Semenanjung Malaysiadikaitkan dengan wabah FMD di Thailand karena merupakan daaerah perbatasan (Ramanoon et al, 2013; Abdul-Hamid et al. 2011; Ghan 1994). Oleh karena itu kemungkinan outbreak di Jawa Timur Indonesia juga dikaitkan dengan pergerakan hewan secara ilegal dan kontak langsung antara ternak yang terinfeksi dan yang rentan melalui penggembalaan umum di perbatasan dengan Malaysia. Selain itu, sumber utama wabah adalah kemungkinan adanya pergerakan hewan secara ilegal atau masuknya hewan baru ke Indonesia khususnya Jawa Timur telah berkontribusi terhadap wabah tersebut. Oleh karena itu, program pengendalian penyakit harus menyasar seluruh perbatasan dengan Malaysia dan negara lain dan juga memperkuat fungsi dari karantina hewan.
Penulis: Eduardus Bimo Aksono
Sumber: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC10583884/