Universitas Airlangga Official Website

Gempar Pelecehan Seksual oleh Anak TK, Pakar Psikologi UNAIR Anak Buka Suara

Ilustrasi Pelecehan Seksual (Foto: Morelli Law Firm)
Ilustrasi Pelecehan Seksual (Foto: Morelli Law Firm)

UNAIR NEWSMasyarakat jagat maya tengah dihebohkan dengan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh anak Taman Kanak-Kanak (TK) di Pekanbaru. Pelecehan tersebut dilakukan kepada teman sebaya dan disinyalir telah menonton video porno di ponsel ayahnya. 

Dr  Neny Nur Ainy Fardana MSi Psikolog, Pakar Psikologi UNAIR turut buka suara mengenai permasalahan tersebut. Menurutnya, hal tersebut sangat disayangkan karena pelaku masih di usia bawah umur dan terjadi di sekolah yang seharusnya sebagai tempat nyaman dan aman untuk belajar dengan kawan sebayanya. 

“Memang anak pada usia tersebut telah mengalami fase anal, yaitu anak merasakan kepuasan untuk mengeksplor area anal dan sekitarnya. Mereka juga mulai mengenali konsep tubuh dan bagian-bagian tubuhnya. Hal ini merupakan hal alamiah yang dialami oleh anak. Namun, yang perlu ditekankan bahwa saat fase tersebut tidak ada hasrat seksualitas,” paparnya pada UNAIR NEWS (31/01/2024).  

Ia menambahkan, faktor terbesar yang menyebabkan peristiwa pelecehan itu terjadi adalah faktor lingkungan sekitar pada anak. Faktor lingkungan mengambil peran besar dalam perilaku anak. Menurutnya, seorang anak melakukan hal tersebut karena adanya proses belajar dari lingkungan sekitar. 

Konsep anak meniru aktivitas dan perilaku lingkungan sekitar disebut dengan social modeling. Konsep social modeling ini dipopulerkan oleh Albert Bandura. Singkatnya, anak-anak mengamati perilaku orang lain, belum dapat mengolah dan mencerna informasi secara abstrak, mereka cenderung konkrit. Umumnya, mereka akan menerima  informasi itu secara mentah-mentah dan akan menirunya.

Pakar Psikologi Anak itu menerangkan, bahwa sosok orang tua harus memahami bahwa pada usia tersebut anak akan melewati masa eksplorasi atau mengembangkan rasa ingin tahu yang tinggi. Sebagai sosok orang tua harus mendampingi anak pada masa tersebut agar rasa penasaran sang anak dapat terarah dengan baik. 

“Peran orang tua tak hanya sebagai pendamping, namun juga memberikan pemahaman kepada anak agar nantinya anak dapat memaknai dan mencerna hal baik disekitar mereka. Baik itu berupa tontonan, perilaku, dan kebiasaan,” terangnya. 

Dr. Neny menjelaskan, anak cenderung memiliki ketertarikan yang tinggi atas apa yang mereka lihat dan cerna di lingkungan sekitar. Memori anak akan merekamnya dan mendorong untuk melakukan tontonan atau perilaku yang berada pada sekitarnya. 

“Sebagai contoh, biasanya anak-anak cenderung mengingat lagu, gerakan dan cara bicara pada tontonan kartun. Demikian juga dengan pelaku kekerasan seksual oleh anak TK, anak tersebut memiliki ketertarikan untuk melakukan aktivitas seksual dan menyasar pada teman sebayanya,” imbuhnya. 

Dr Neny Nur Ainy Fardana MSi Psikolog, Pakar Psikologi UNAIR. (Foto: Istimewa)

Dr. Neny melanjutkan, peristiwa tersebut tentunya menimbulkan dampak yang besar bagi keberlangsungan hidup kedua belah pihak, baik pelaku maupun korban. Salah satu cara untuk menghadapi peristiwa tersebut adalah segera untuk meminta pertolongan pada tenaga profesional. 

Menurutnya, pendampingan dan pertolongan dari tenaga profesional dibutuhkan untuk kedua belah pihak. Dari sisi korban harus dibantu untuk pulih dari masa trauma atas peristiwa tersebut. Trauma tersebut terjadi karena peristiwa tersebut tak sepantasnya dilakukan dan mengalami shock

Sang pelaku juga membutuhkan untuk diarahkan dan diedukasi bahwa hal yang mereka lakukan merupakan hal yang salah. Perlunya, intervensi untuk dapat mengarahkan sang pelaku untuk pulih dan berhenti melakukan aktivitas tersebut serta berperilaku selayaknya teman sebayanya. 

“Jadi pendampingan dan bantuan tenaga profesional harusnya diberikan oleh kedua belah pihak. Jika tidak, akan sangat berdampak pada keberlangsungan hidup mereka,” ungkapnya. 

Dr, Neny menegaskan, orang tua turut mengambil peran dalam pemulihan sang anak. Sebaiknya, orang tua menambah trauma pada anak seperti marah berlebihan dan menghina. Orang tua memiliki peran untuk memberikan dukungan mental anak untuk recovery dari trauma akan cepat pulih. 

“Sebagai orang tua harus menerima anaknya apa adanya, karena peran orang tua sangat berperan dalam proses penyembuhan anak terutama bagi korban. Kedua orang tua tersebut diberikan edukasi bagaimana memberikan dukungan saat anak di kondisi terpuruk,” tegasnya. 

Pada akhir, ia mengimbau untuk para orang tua lebih refleksi diri dan mengawasi anak-anaknya. Bahwa, perilaku anak akan bergantung kepada orang tua yang memberi andil dalam kehidupan anak. 

“Salah asuh anak rapuh, tepat asuh anak tangguh. Harapannya, peristiwa ini tidak akan terjadi lagi dan para orang tua harus proaktif dalam tumbuh kembang anak,” tuturnya.(*) 

Penulis: Satrio Dwi Naryo

Editor: Khefti Al Mawalia