UNAIR NEWS – Rektor pertama Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Dr Mr Abdoel Gaffar Pringgodigdo tidak hanya menjadi sosok yang berdedikasi dalam pendidikan. Prof A G Pringgodigdo ternyata juga memiliki peran penting dalam sejarah Indonesia, mulai dari pergerakan hingga setelah kemerdekaan. Lantas, bagaimana perjalanan hidup sosok berpengaruh tersebut?
Prof A G Pringgodigdo lahir di Desa Kasiman, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, pada 1904. Ia merupakan anak dari Bupati Tuban, RMAA Moedomo Koesomohadiningrat dan RA Windarti Notomidjoyo. Ia juga merupakan kakak dari Abdul Kareem Pringgodigdo. Saat muda, Prof A G Pringgodigdo mengenyam pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS) yang setara dengan sekolah dasar, yakni pada tahun 1910 hingga 1918.
Ia kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang Hoogere Burgerschool (HBS) atau yang setara dengan sekolah menengah umum. Setelah menamatkan masa sekolah di HBS pada 1923, ia berangkat ke Negeri Belanda untuk mempelajari ilmu hukum dan indologi di Universitas Leiden. Ia lulus tahun 1926 dengan predikat cumlaude candidate indologie.
Tahun 1928, Prof A G Pringgodigdo kembali ke tanah air. Sepulangnya dari Belanda, ia bekerja sebagai administratief ambtenaar, kemudian berturut-turut bekerja sebagai adjunct referendaris, referendaris 2 klasse dan referendaris di Kantor Gubernur Jawa Timur sampai pada tahun 1938.
Dalam hidupnya, Prof A G Pringgodigdo juga berperan aktif dalam upaya-upaya mewujudkan kemerdekaan. Pada 14 September 1940, berdiri Komisi Visman (Commissie Visman) dan ia ditunjuk sebagai sekretaris. Komisi yang diketuai oleh Dr F R Visman itu bertujuan membahas dan menganalisis keinginan-keinginan rakyat Indonesia dari semua tingkat mengenai susunan pemerintahan.
Peran dalam Merumuskan Konstitusi
Selain Komisi Visman, Prof A G Pringgodigdo juga pernah menjadi bagian dari BPUPKI. Setelah hampir tiga tahun menduduki Indonesia, pada 1 Maret 1945, Saiko Syikikan (Panglima Tentara Jepang) Kumakici Harada, mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi Cosakai) dengan ketuanya yakni KRT Radjiman Wediodiningrat. Prof A G Pringgodigdo menjadi wakil kepala sekretaris yang bertugas membantu R P Soeroso.
Peran Prof A G Pringgodigdo di BPUPKI sangatlah signifikan. Sebagai wakil kepala sekretariat, ia bertugas membuat laporan stenografis dari sidang-sidang BPUPKI. Prof A G Pringgodigdo mendapat kepercayaan dari pihak Jepang lantaran namanya pernah tercatat sebagai sekretaris Komisi Visman.
Laporan stenografis yang Prof A G Pringgodigdo kumpulkan kemudian dikenal dengan Koleksi Yamin. Alasannya, laporan ini pernah dipinjam oleh Muhammad Yamin sebagai sumber untuk menyusun Naskah Persiapan. Namun, laporan itu tidak pernah kembali kepadanya. Oleh Pemerintah Orde Baru, laporan yang dipinjam oleh Muhammad Yamin itu dianggap telah hilang, padahal sebenarnya disimpan di perpustakaan Mangkunegaran oleh Muhammad Yamin.
Tidak hanya Prof A G Pringgodigdo, adiknya, Prof A K Pringgodidgo juga mengarsipkan catatan-catatan tentang perumusan dasar negara yang kemudian dikenal dengan Pringgodigdo Archief (Koleksi Pringgodigdo). Koleksi Pringgodigdo dan Koleksi Yamin itulah yang menjadi sumber tertulis autentik tentang perumusan sejarah Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Sedangkan, Naskah Persiapan karya Muhammad Yamin bukan merupakan sumber tertulis autentik karena tidak dicetak kata demi kata (woordelijk) dari notulen sidang (notulistisch verslag) resmi BPUPKI.
Dalam Pengasingan
BPUPKI kemudian bubar dan selanjutnya terbentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Di dalam badan ini Prof A G Pringgodigdo kembali diangkat sebagai wakil kepala sekretariat. Setelah proklamasi, ia menjadi Menteri Sekretaris Negara pertama. Namun, jabatan itu ia emban dalam waktu yang singkat.

Belum lama Indonesia merdeka, Belanda kembali menginjakkan kaki dan melancarkan agresi militer di Indonesia. Akibatnya, Ibu Kota Republik Indonesia berpindah ke Yogyakarta. Sejumlah tokoh penting turut terasingkan, termasuk Prof A G Pringgodigdo yang sempat ikut berangkat ke Pulau Bangka bersama tokoh-tokoh lainnya.
Selama dalam pengasingan, Wakil Presiden Mohammad Hatta mempercayai Prof A G Pringgodigdo untuk melakukan monitor terhadap kondisi di Yogyakarta melalui radio. Kemudian, setelah terjadi kesepakatan melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) sebagai upaya menyelesaikan sengketa lndonesia-Belanda, maka terbentuklah Republik Indonesia Serikat (RIS). Pada masa pemerintahan RIS ini, Prof A G Pringgodigdo diangkat sebagai Menteri Kehakiman Kabinet RIS pada 1950.
Kiprah di Bidang Pendidikan
Setelah RIS bubar dan kembali kepada Negara Kesatuan RI, Prof A G Pringgodigdo memilih berfokus pada dunia pendidikan dan membuktikan keahliannya dalam bidang hukum. Salah satu bukti dari keahliannya itu adalah lahirnya tulisan berjudul Sedjarah Pembuatan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang terbit di Madjalah Hukum dan Masjarakat No. 3 tahun 1958 dan Sedjarah Singkat Berdirinja Negara Republik Indonesia di tahun yang sama. Kedua tulisan tersebut memiliki arti penting lantaran menjadi rujukan untuk merekonstruksi sejarah konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selain melalui tulisan, kiprah Prof A G Pringgodigdo sebagai ahli ilmu hukum juga tercermin dari aktivitasnya mengajar di beberapa perguruan tinggi negeri seperti Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Airlangga. Pada tahun 1950-an, di Surabaya berdiri Fakultas Hukum yang merupakan cabang dari UGM Yogyakarta. Ia menjadi dekan pertama dari fakultas tersebut.
Kemudian, pada 1954, di Surabaya secara resmi berdiri sebuah universitas yakni Universitas Airlangga, yang merupakan gabungan dari Fakultas Kedokteran cabang Universitas Indonesia dan Fakultas Hukum cabang UGM. Universitas Airlangga berdiri 10 November 1954 dan Presiden Ir Soekarno meresmikan langsung berdirinya perguruan tinggi ini. Prof A G Pringgodigdo ditunjuk sebagai Presiden (rektor) Universitas Airlangga yang pertama.
Prof A G Pringgodigdo mengemban jabatan sebagai pimpinan Universitas Airlangga hingga tahun 1961. Keberhasilan Prof A G Pringgodigdo menjadi pimpinan universitas, membuatnya diamanahi sebagai rektor pertama Universitas Hasanuddin di Makassar. Selepas itu, Prof A G Pringgodigdo terus berfokus mengajar pada berbagai universitas hingga menutup usia pada 1984.
Penulis: Yulia Rohmawati
Referensi
Hardiananto, Aris. (2017). “Autentisitas Sumber Sejarah Pancasila dalam Masa Sidang Pertama Badan untuk Menyelidiki Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Tanggal 29 Mei – 1 Juni 2945”. Veritas et Justitia, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3, No. 1.
Kusuma, A. K. dan Elson, R. E. (2011) “A note on the sources for the 1945 constitutional debates in Indonesia”, Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, Vol. 167, No. 2-3, hal. 196-209).
Lapian, A. B., dkk. (1996). Terminologi Sejarah: 1945 – 1959 & 1950 – 1959. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Polamolo, S. (2018). “Gelap-Terang Pancasila: Otokritik Atas Teks Sejarah yang Melenceng”. Jurnal Konstitusi, Vol. 15, No. 2.