UNAIR NEWS – Belakangan ini, jabatan profesor dan penggunaannya menjadi sorotan berbagai pihak. Hal itu merupakan buntut dari adanya upaya menanggalkan gelar profesor di luar aktivitas akademik, dengan tujuan meningkatkan integritas akademik sekaligus meminimalkan penyalahgunaan gelar profesor.
Menanggapi hal tersebut, Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Dr Bagong Suyanto Drs MSi memberikan tanggapannya. Menurut Prof Bagong, menanggalkan jabatan profesor bisa menjadi salah satu langkah menyadarkan masyarakat bahwa profesor adalah sebuah jabatan fungsional akademik, bukan sekadar simbol status atau gengsi. “Dengan demikian, masyarakat tidak akan mudah terpesona oleh gelar profesor. Masyarakat juga lebih fokus pada substansi ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seorang akademisi,” ujarnya.
Jaga Integritas Akademik
Prof Bagong meyakini bahwa penanggalan jabatan profesor tidak akan menimbulkan dampak negatif. Justru, hal tersebut akan mendorong upaya penilaian kinerja akademik seorang profesor dengan lebih kritis. “Masyarakat akan lebih kritis dalam menilai kinerja seorang profesor dan tidak mudah terpengaruh oleh gelar semata,” tegasnya.
Lebih lanjut, Prof Bagong juga menyarankan agar perguruan tinggi melakukan upaya pencegahan terhadap tindakan melanggar etika dalam mendapatkan jabatan profesor. “Yang perlu dilakukan adalah mencegah adanya upaya-upaya melanggar etika dalam mengejar jabatan sebagai profesor,” ujarnya.
Prof Bagong juga menyarankan agar perguruan tinggi lebih proaktif. Terutama dalam mencegah upaya-upaya untuk meraih jabatan profesor dengan cara yang melanggar etika. “Perguruan tinggi harus memiliki mekanisme yang kuat untuk menjaga integritas akademik,” imbuhnya.
Prof Bagong berpendapat, perlu dilakukan kembali meningkatkan kesadaran masyarakat awam terhadap gengsi jabatan profesor. Kemudian, perlu dibangun wacana baru yang tidak membuat orang di luar dunia akademik tertarik mengejar gelar tersebut. “Gengsi jabatan Profesor perlu didekonstruksi untuk kemudian merekonstruksi wacana baru yang tidak merangsang orang di luar dunia akademik tertarik mengejarnya,” pungkasnya.
Penulis: Hana Mufidatuz Zuhrah
Editor: Yulia Rohmawati