UNAIR NEWS – Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) yang dimulai dari masa kehamilan ibu hingga usia dua tahun menjadi momen penting untuk diperhatikan. Kecukupan gizi harus terpenuhi selama 1000 HPK. Kekurangan gizi pada periode tersebut tidak dapat diperbaiki pada masa kehidupan selanjutnya. Selain itu juga dapat berdampak pada kesehatan serta kesejahteraan anak di masa depan. Pemberian ASI eksklusif menjadi salah satu cara dalam kecukupan gizi pada 1000 HPK. Baru setelahnya pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang benar serta sehat.
Namun nahasnya, banyak masyarakat yang justru mulai memberikan makanan atau minuman selain ASI pada saat bayi belum genap berusia 6 bulan. Padahal, hal tersebut bukanlah hal yang baik dan justru membahayakan bayi. Melalui situasi tersebut, mahasiswa S2 Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Universitas Airlangga (UNAIR) peminatan Promosi Kesehatan mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat (Pengmas).
Kegiatan tersebut mendapatkan pendamping dari Dr Shrimarti Rukmini Devy Dra M Kes selaku dosen, dan bekerjasama dengan FIK Universitas Wiraraja. Pengmas berlangsung di Desa Banraas dan Bancamara, Pulau Gili Iyang, Madura. Dua desa yang berada di wilayah kerja Puskesmas Dungkek,
Kepada UNAIR NEWS, dr Aristanto Prambudi M Kes CHt selaku ketua panitia menyampaikan bahwa penting adanya peningkatan kesadaran dan pengetahuan mengenai ASI eksklusif. Masyarakat semestinya mendapatkan pemahaman bahaya MP-ASI dini pada bayi usia di bawah enam bulan.
“Peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat di Pulau Gili Iyang penting untuk dilakukan agar dapat memberikan MP-ASI secara benar dan sehat. Pemberian MP-ASI setelah bayi berusia lebih dari enam bulan menjadi penekanan penting dalam pemberian materi kepada masyarakat,” tutur dr Pram.
Tawarkan Banyak Program
Mahasiswa S2 Kesmas UNAIR tawarkan berbagai program kegiatan. Banyak kegiatan menarik, mulai dari penyuluhan menggunakan Lembar Balik, Pelatihan Komunikasi Antar Personal (KAP), Public Hearing, hingga yang paling menarik ialah emotional demonstration tentang “ASI SAJA CUKUP”.
Emotional demonstration atau emo demo bertujuan untuk menyentuh aspek emosional ibu dengan memberikan pemahaman mengenai perut bayi. Seorang ibu harus mengetahui seberapa kecil perut bayi mulai dari usia satu hari, tiga hari, tujuh hari, dan satu bulan. “Dengan memberikan gambaran perut bayi, ibu jadi mengetahui seberapa kecil perut bayi, dan diharapkan para ibu mulai sadar bahwa Memberikan ASI saja cukup hingga usia enam bulan,” tekan dr Pram.
Tidak hanya itu, terdapat pula edukasi mengenai produksi ASI oleh ibu. Jumlah produksi ASI dapat berbeda-beda, yang pengaruhnya adalah kondisi tertentu. Dr Pram menyampaikan bahwa produksi ASI bagi ibu yang memberikan eksklusif akan berbeda dengan ibu yang memberikan susu formula.
“Selain itu, kegiatan Emo Demo juga mengilustrasikan perbedaan produksi ASI pada ibu. Semakin sering ibu memberikan ASI maka semakin banyak produksi ASI ibu, dibandingkan dengan ibu yang memberikan susu formula,” jelas dr Pram.
Output dan Harapan
Melalui kegiatan sosialisasi ini, dr Pram berharap agar masyarakat meningkatkan kesadarannya akan pemberian ASI eksklusif dan tidak memberikan MP-ASI dini pada bayi di bawah 6 bulan. Kesadaran itu juga perlu terbangun di kalangan seluruh lapisan masyarakat.
“Kami berharap kesadaran masyarakat semakin meningkat untuk memberikan ASI Eksklusif dan memberikan MP-ASI secara tepat dan benar. Perlu upaya promosi kesehatan secara berkelanjutan. Upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat juga tidak dapat dilakukan hanya dalam satu kali kegiatan, dan oleh satu pihak,” terangnya.
Selanjutnya yakni public hearing yang mengundang berbagai tokoh masyarakat dan tenaga kesehatan di Pulau Gili Iyang. Kemudian, penandatanganan komitmen bersama menjadi penutup pengmas tersebut. “Semoga dengan adanya penandatanganan komitmen bersama, dapat meningkatkan semangat untuk mewujudkan ASI EKsklusif dan pemberian MP-ASI secara benar dan sehat di Pulau Gili Iyang,” harap dr Pram dan rekan-rekan.
Penulis: Syifa Rahmadina
Editor: Yulia Rohmawati