Universitas Airlangga Official Website

Hijab Muslimah Week, Kupas Persoalan Gender Hingga Busana

Seminar Nasional Hijab Muslimah Week di Aula Candradimuka, Kampus MERR-C, Universitas Airlangga, pada Sabtu (5/10/2024). (Dok: Panitia)

UNAIR NEWS – Departemen Kemuslimahan Unit Kegiatan Mahasiswa Kerohanian Islam (UKMKI) Universitas Airlangga (UNAIR) sukses menggelar Seminar Nasional Hijab Muslimah Week 2024. Acara tersebut berlangsung di Aula Candradimuka, Gedung Nano, Kampus MERR-C, Universitas Airlangga, pada Sabtu (5/10/2024). 

Kegiatan yang merupakan kolaborasi 15 Sie Kerohanian Islam (SKI) fakultas di UNAIR itu, mengusung tema “Empowering Muslim Women: Balancing Cultural Expression and Gender Equality.” Lebih dari 100 mahasiswi muslim hadir mengikuti serangkaian diskusi konstruktif mengenai bahasan hijab dalam konteks budaya dan kesetaraan gender.

Seminar tersebut menjadi puncak acara Hijab Muslimah Week. Sebelumnya, UKMKI juga telah melaksanakan berbagai program, yaitu perlombaan nasional, proyek sosial anak di panti asuhan, dan bagi-bagi hijab di lingkungan Kampus Dharmawangsa-B. 

Mengupas gender dalam perspektif islam, seminar itu menghadirkan Ning Uswah Syauqie, pendiri fiqihperempuan.id sekaligus Kepala Madrasah Al-Quran PP Al-Azhar Mojokerto. Dalam pemaparannya, Ning Uswah menyoroti stigma yang kerap melekat pada perempuan, khususnya terkait kedudukan mereka di masyarakat. Ia mengungkapkan, sejak zaman jahiliyah, sudah banyak yang menganggap perempuan rendah, bahkan menjijikkan karena menstruasi. “Pada masa itu, orang-orang tidak hanya menjauhi dan meminggirkan perempuan, tetapi juga membunuh mereka hanya karena jenis kelaminnya,” jelas Ning Uswah.

Ning Uswah Syauqie, sewaktu memberikan materi antara gender dan hijab dalam acara Hijab Muslimah Week 2024. (Dok: Panitia)

Ning Uswah menjelaskan, Rasulullah memberikan pengaruh besar terhadap perubahan stigma masyarakat pada perempuan. “Kisah-kisah perempuan misalnya, ada suatu anggapan Hawa menjadi penyebab Adam diturunkan dari surga, kemudian stigma ini merujuk pada perempuan penggoda, sumber segala fitnah, laki-laki bisa terintimidasi karena perempuan, itu tidaklah benar. Kisah-kisah seperti ini perlu kita luruskan,” tambahnya. 

Ia menghubungkan pula pada konteks gender, bahwa perempuan tercipta dari tulang rusuk laki-laki hanyalah konotatif. Menurutnya, itu hanya sejenis yang sama dari laki-laki. komposisi tulang rusuk lelaki tetap utuh, tidak ada yang kurang, keduanya sama-sama tercipta dari tanah. “Kita perlu adil dalam melihat suatu permasalahan karena islam mengajarkan kesetaraan juga menghormati perempuan,” terangnya. 

Berbicara tentang hijab, Ning Uswah menyebut hijab bagian dari ekspresi kebudayaan. Adapun syariat agama suatu proses dan transformasi. “Pemakaian hijab tidak hanya unsur agama di dalamnya, tetapi ada kebudayaan di situ. Proses merupakan ekspresi selama ia tidak keluar dari islam. Hati-hati, apapun alasan mereka, kita tidak perlu dalam mengeksekusi alasan di balik memakai atau tidak,” tegasnya. 

Uswah juga menjelaskan, masing-masing ulama berbeda pandangan dalam hal praktik busana Muslimah. Ia pun bercerita bagaimana pengalaman dirinya besar di lingkungan pesantren dan proses sewaktu mengenakan hijab. “Menggunakan jilbab itu sebuah proses. Bahkan saya sendiri yang dari pesantren tidak langsung bisa mengenakan hijab dengan sempurna, misalnya tidak semua orang bisa pakai ciput dengan mudah,” ungkapnya. 

Pada akhir, Ning Uswah berpesan, apapun pilihannya perempuan tetap harus memiliki eksistensi atas ilmu dan kepedulian. Dalam perspektif islam, perempuan lebih terjaga dengan konsep standar penjagaan diri yang ada dalam Al-quran dan hadis. 

Penulis: Nur Khovivatul Mukorrobah

Editor: Edwin Fatahuddin Ariyadi Putra