UNAIR NEWS – Kelas menengah di Indonesia mengalami penurunan yang mengkhawatirkan. Data terbaru menunjukkan tren penurunan signifikan pada klasifikasi kelas menengah, termasuk kelompok miskin, rentan miskin, dan Aspiring Middle Class (AMC). Ancaman ini berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia jika tidak segera diatasi, menurut Pakar Ilmu Ekonomi Universitas Airlangga (UNAIR) Prof Rossanto Dwi Handoyo S.E. M.Si. Ph.D.
Data BPS memprediksikan penurunan jumlah kelas menengah dari 57,33 juta jiwa pada 2019 menjadi hanya 47,85 juta jiwa pada 2024.. Faktor utama penurunan ini adalah pandemi COVID-19 yang telah melumpuhkan sejumlah sektor, terutama perdagangan internasional. Penurunan permintaan global memaksa perusahaan mengurangi jumlah pekerja.
Konsumsi masyarakat menjadi kunci pertumbuhan ekonomi, menyumbang sekitar 60% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Jika kelas menengah terus menurun, pertumbuhan ekonomi akan melambat. Sektor yang paling terdampak adalah perdagangan, terutama akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Situasi ini mendorong China mencari pasar baru, meningkatkan persaingan di sektor UMKM Indonesia.
Tanda-tanda penurunan daya beli masyarakat sudah terlihat. Pada 2024, terjadi deflasi selama empat bulan berturut-turut dari Mei hingga Agustus. Sebagai solusi, pemerintah perlu menerapkan kebijakan moneter dan fiskal yang mendukung penciptaan lapangan kerja. Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus lebih aktif mendorong masyarakat untuk membuka lapangan kerja, bukan sekadar mencari pekerjaan.
BACA JUGA:
Kelas Menengah Menurun, Ancam Pertumbuhan Ekonomi Indonesia?