Universitas Airlangga Official Website

Gagas Pendeteksi Kelayakan Makanan, Mahasiswa UNAIR Borong Penghargaan Internasional

Tim TERRA menjelaskan detail produknya dalam pameran WYIIA 2024 (Foto: Dok. Narasumber)
Tim TERRA menjelaskan detail produknya dalam pameran WYIIA 2024 (Foto: Dok. Narasumber)

UNAIR NEWS – Mahasiswa Universitas Airlangga (UNAIR) tak hentinya memberikan prestasi membanggakan bagi almamater. Kali ini giliran tim TERRA yang berhasil menyabet tiga kategori dalam gelaran World Young Invention and Innovation Award (WYIIA) 2024. Kompetisi internasional itu terselenggara di Yogyakarta, pada Minggu (13/10/24).

Tim tersebut terdiri dari Arinda Melina Putri (FPK), Catherine Harijanto (FEB), Rayhan Ajie Nugraha (FTMM), Andini Ariani Carolina, (FPK) dan Tiara Eka Saputri (FISIP). Kelimanya berhasil menyabet tiga penghargaan sekaligus. Dalam gelaran ini tim TERRA berhasil meraih gold medal, grand prize, dan best presentation. Raihan penghargaan ini berkat inovasi yang unik dan menarik dari TERRA. Inovasi tersebut berupa smart patch pendeteksi kelayakan konsumsi suatu makanan.

Saat ditemui oleh UNAIR NEWS pada Kamis (18/10/24), Melin selaku ketua tim TERRA mengatakan bahwa TERRA merupakan suatu inovasi smart patch yang dapat berfungsi sebagai indikator dalam deteksi kelayakan konsumsi makanan. Inovasi ini berbahan dasar dari bunga telang, kappa karaginan dari rumput laut dan tepung mocaf (modified cassava flour). Bahan ini kemudian mereka olah menjadi stiker berbentuk smart halochromic film.

Tim TERRA UNAIR yang berhasil sabet tiga penghargaan internasional (Foto: Dok. Narasumber)
Tim TERRA UNAIR yang berhasil sabet tiga penghargaan internasional (Foto: Dok. Narasumber)

Cara kerjanya, alat ini akan berubah warna dari yang semula ungu menjadi biru. Warna ungu menunjukkan bahwa makanan masih segar. Sementara itu, perubahan warna biru menunjukkan tingkat kesegaran makanan telah berkurang bahkan hilang. Saat makanan sudah membusuk dan tidak layak konsumsi, maka akan berubah menjadi hijau.

“Perubahan warna pada produk ini dihasilkan dari pigmen antosianin pada bunga telang. Yang dapat berubah sesuai dengan pH atau derajat keasaman lingkungan sekitar. Saat makanan mulai membusuk maka akan mengeluarkan amonia yang dapat mengubah pH sekitar. Perubahan pH ini tertangkap oleh TERRA dalam proses deteksi kelayakan konsumsi makanan,” ungkapnya. 

Selain itu, inovasi ini juga disertai dengan aplikasi pintar yang dapat memberikan notifikasi kelayakan bahan makanan untuk dikonsumsi. Dalam prosesnya apabila sudah ada perubahan warna pada stiker TERRA, maka stiker dapat melalui pemindaian aplikasi. Selanjutnya aplikasi akan menampilkan rekomendasi cara penyimpanan bahan, lama waktu simpan, dan pengingat saat bahan makanan sudah tidak layak konsumsi.

Dalam pengembangannya, Melin mengatakan bahwa TERRA akan menyasar konsumen dalam industri makanan. Seperti restoran dan kafe, serta ibu rumah tangga sebagai konsumen produknya. Sebab, banyak masyarakat yang membuang bahan makanan yang sudah terlihat kurang segar karena takut tidak layak konsumsi. Padahal, secara ilmiah bahan tersebut masih dapat dikonsumsi meskipun kurang segar.

Tingginya sampah makanan ini mendorong tim TERRA untuk memasarkan produknya ke industri makanan dan rumah tangga. Sebelum memasarkan produk secara luas, timnya sudah melakukan percobaan pada beberapa bahan makanan seperti ikan, daging ayam, daging sapi dan udang. Di mana dalam percobaan tersebut menunjukkan hasil yang memuaskan. 

“Untuk produk TERRA ini saat pameran WYIIA mendapat respon positif dari para pengunjung. Bahkan ada yang ingin membeli untuk digunakan di rumah. Saat ini kami menjual produk ini dengan harga Rp22.000 dan berisi 6 stiker dengan ukuran berbeda,” ungkapnya.

Selain itu, Melin mengungkapkan bahwa timnya juga tengah mencari sponsor dari perusahaan yang bergerak di bidang bioteknologi. Tujuannya untuk dapat menekan biaya produksi sehingga harga jual produk lebih terjangkau. Saat ini timnya juga sedang mengupayakan untuk mendaftarkan hak paten.

Penulis: Rifki Sunarsis Ari Adi

Editor: Yulia Rohmawati