UNAIR NEWS – Gagas komunitas berkelanjutan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (UNAIR) kembali menggelar konferensi internasional. Konferensi bertajuk 8th International Conference and PhD Colloquium for Economics, and Business (8th ICEB) ini berlangsung pada Kamis hingga Jumat (30-31/10/2024).
Kali ini, ICEB berlangsung secara hybrid di Aula K R T Fadjar Notonagoro, FEB Kampus Dharmawangsa-B UNAIR dan online via Zoom Meeting. ICEB kedelapan ini mengusung tema “Sustainability in Social and Economic Community” dengan menghadirkan pakar dan akademisi dari berbagai belahan dunia.
Salah satu dari akademisi adalah Prof Dr Johnny Jermias dari Simon Fraser University. Dalam gelaran plenary session hari pertama, Prof Johnny turut serta membagikan temuannya mengenai fenomena kecenderungan perilaku greenwashing pada perusahaan.
Mengenal Greenwashing
Dewasa ini, masyarakat global mulai sadar akan pentingnya keberlanjutan. Hal tersebut tampak dari perilaku investor maupun konsumen yang lebih memilih untuk melakukan investasi dan pembelian terhadap produk maupun layanan dari perusahaan yang berlabel ramah lingkungan.
Fenomena ini memunculkan kecenderungan perusahaan untuk melakukan greenwashing. Yaitu ketika perusahaan melakukan klaim palsu bahwa aktivitas, produk, maupun layanan yang mereka komersialkan ramah lingkungan atau lebih berdampak positif pada keberlanjutan daripada dengan kondisi sebenarnya.
Prof Johnny mengungkapkan bahwa kapitalisasi demand produk ramah lingkungan ini kerap menjadikan generasi muda sebagai korbannya. “Kita tahu bahwa generasi muda lebih peduli dengan lingkungan dan bersedia membayar harga lebih tinggi untuk produk yang ramah lingkungan,” jelas pria asal Manado tersebut.
Kompensasi dan Greenwashing
Dalam studi bertajuk Greenwashing or Sustainable Investment, Prof Johnny mengkaji keterkaitan antara tingkat emisi gas rumah kaca dengan kompensasi manager dan kecenderungannya dalam melakukan greenwashing. Hal ini berlatar belakang dari tujuan perusahaan yang berlomba-lomba mengurangi emisinya untuk mencapai status ramah lingkungan untuk meraih hati investor.
“Di tahun 2017, hingga 75 persen perusahaan melaporkan goals-nya untuk mengurangi emisi. Namun, di tahun 2021 ditemui hanya 11 persen perusahaan yang mampu mencapai target tersebut,” papar Prof Johnny.
Hal ini mengakibatkan banyak perusahaan menerapkan sistem kompensasi besar-besaran bagi siapa pun yang mampu merealisasikan status ramah lingkungan. Tingginya tekanan dalam waktu singkat ini memberikan tekanan lebih pada manager selaku pemangku keputusan. Dengan demikian, alih-alih menerapkan sistem berkelanjutan yang sebenarnya, manager lebih memilih untuk melakukan greenwashing.
“Hasilnya, secara umum manager yang diberikan kompensasi berdasarkan kinerja memiliki kecenderungan untuk melakukan greenwashing lebih tinggi. Daripada manager dengan kompensasi tetap pada aktivitas berkelanjutan,” jelas Prof Johnny. Perbedaan ini lebih signifikan ketika perusahaan memiliki emisi gas rumah kaca yang tinggi.
Penulis: Zahwa Sabiila Ilman Ramadhani
Editor: Yulia Rohmawati