UNAIR NEWS – Universitas Airlangga (UNAIR) memiliki Museum Etnografi atau biasa disebut Museum Kematian. Museum ini terletak di Gedung B Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Kampus Dharmawangsa-B, UNAIR. Mengangkat tema tentang kematian, Museum Etnografi UNAIR berdiri sejak 25 September 2005. Tujuannya adalah menjadi museum pendidikan dan rujukan penelitian dalam rangka pengembangan ilmu berdasarkan keanekaragaman nilai-nilai budaya bangsa.
Pada awalnya, museum ini berdiri karena banyaknya koleksi hasil temuan dari Dr A Adi Sukadana. Adi Sukadana merupakan salah satu pemrakarsa Antropologi Ragawi FISIP UNAIR. Ia sering melakukan penggalian dalam konteks Antropologi Ragawi. Akhirnya, berdirilah Museum Etnografi sebagai tempat penyimpanan temuan-temuan tersebut. Saat ini, Museum Etnografi terbuka untuk umum dan masyarakat luas dapat mengunjunginya.
Edukasi soal Kematian
Sesuai temanya, Museum Etnografi menghadirkan suasana gelap dan mencekam. Meski demikian, museum ini tetap edukatif dan menghibur para pengunjungnya. Museum Etnografi juga menawarkan pengalaman menarik bagi para pengunjung dengan adanya visualisasi tentang kematian.
“Pengunjung bisa merasakan experience tentang bagaimana melihat kematian. Kita menyediakan visualisasi, seperti di dalam kuburan. Jadi orang bisa melihat bagaimana sih di dalam kuburan itu,” jelas Daffa Bagas, intern educator Museum Etnografi.
Sebagai museum edukasi, Museum Etnografi juga menampilkan informasi tentang tradisi kematian yang unik di berbagai daerah di Indonesia. Terdapat pula sejarah penghunian dan penguburan di Indonesia. Selain itu, langkah identifikasi mayat berdasarkan Antropologi Forensik juga menjadi bagian menarik dari museum ini.
“Museum ini memberikan pemahaman tentang kematian dengan dua sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang socio culture anthropology. Kedua dari physical anthropology atau Antropologi Ragawi,” tutur Daffa.
Daffa menunjukkan ruang forensik yang merupakan bagian dari Museum Etnografi. Ruangan ini bertujuan untuk memperkenalkan protokol identifikasi forensik kepada para pengunjung. Di dalam ruangan ini, pengunjung akan mendapat pembelajaran terkait cara mengidentifikasi tulang, mulai dari jenis kelamin, ras, hingga penyebab kematiannya.
Tawarkan Kelas dan Kerjasama
Museum Etnografi juga memiliki program bertajuk Bone Class. Program ini merupakan kelas forensik yang mempelajari cara mengidentifikasi mayat menggunakan metode ilmiah. Paket kelas ini berupa pembelajaran Antropologi Forensik, tur museum, dan sesi hands on.
Museum Etnografi juga menjalin banyak kerjasama dengan berbagai pihak, baik di dalam maupun luar negeri. Di dalam negeri, museum bekerja sama dengan pihak kepolisian melalui partisipasi dalam identifikasi jenazah. Sementara di luar negeri, Museum Etnografi membina kerjasama penelitian dengan University of Otago, Tokyo National Museum, dan Netherlands Leprosy Relief.
Penulis: Khumairok Nurisofwatin
Editor: Edwin Fatahuddin