UNAIR NEWS – Memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) dengan kualitas kesehatan yang baik adalah salah satu pilar utama dalam menyongsong Generasi Emas Indonesia 2045. Namun, berdasarkan data prevalensi dan insidensi, penyakit katastropik di Indonesia masih tergolong tinggi. Hal ini merupakan tantangan besar dalam dunia kesehatan di Indonesia.
Penyakit katastropik adalah penyakit yang bersifat kronis dan memiliki dampak yang kompleks dan luas baik bagi individu yang terkena maupun bagi masyarakat. Penyakit katastropik seringkali tidak penderita sadari dan membutuhkan waktu yang lama untuk penyembuhan dan pengendaliannya.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, Guru Besar Ilmu Imunofarmakologi Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Dr Arifa Mustika dr MSi menyampaikan orasi ilmiahnya dalam Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Selasa (17/12/2024) di Aula Garuda Mukti, Kantor Manajemen, Kampus MERR-C UNAIR.
Penyakit Katastropik
Orasi Prof Arifa bertajuk Imunofarmakologi Sebagai Solusi Inovatif Dalam Pengendalian Penyakit Katastropik Menuju Indonesia Emas 2045. Membuka orasi, ia menyampaikan bahwa penyakit katastropik terbagi menjadi dua, yaitu penyakit menular, seperti tuberkulosis dan Human Immunodeficiency Virus (HIV), dan penyakit tidak menular (PTM), seperti diabetes mellitus (DM), jantung, stroke, kanker, gagal ginjal kronis, dan penyakit paru obstruktif (PPOK).
“Penyakit katastropik, jika ini tidak tertangani dan terkelola dengan baik, dapat melemahkan ketahanan sistem kesehatan dan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat luas. Karena membutuhkan perawatan yang berkelanjutan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Prof Dr Arifa menyampaikan bahwa PTM diabetes melitus perlu mendapatkan perhatian karena telah menjadi permasalahan kesehatan global. Berdasarkan data dari International Diabetes Federation (IDF), jumlah penderita Diabetes di Indonesia juga terus meningkat setiap tahunnya.
“Diabetes melitus atau Ibu dari segala penyakit ini dapat menyebabkan penyakit baru atau komplikasi. Saat ini, Indonesia berada di urutan kelima di antara negara dengan jumlah penyandang DM terbanyak,” imbuhnya.
Imunofarmakologi Solusi Inovatif
Untuk menangani dan mengendalikan permasalahan penyakit ini, Prof Dr Arifa dalam risetnya berhasil menemukan solusi inovatif dengan memanfaatkan senyawa berkhasiat pada Centella asiatica (pegagan), Clinacanthus nutans (Dandang gendis), dan Petiveria alliaceae (Singawalang).
“Dalam riset, kami menemukan bahwa tanaman ini mengandung senyawa bahan aktif yang berkhasiat sebagai imunomodulator pada penyakit katastropik. Sehingga berpotensi untuk dimasukkan sebagai bagian tatalaksana terapi,” jelasnya.
Prof Arifa menyampaikan bahwa risetnya telah masuk di tahapan animal model pada hewan pengerat (Tikus). Ia juga mengharapkan Indonesia, yang kaya akan bahan baku berkhasiat dari alam, dapat memanfaatkan Imunofarmakologi untuk mendukung terciptanya masyarakat yang sehat dan produktif. “Mari kita manfaatkan bahan alam Indonesia, warisan etnomedisin seyogyanya sebagai upaya preventif bagi penyakit katastropik,” pungkasnya.
Penulis: Tsaqifa Farhana W
Editor: Edwin Fatahuddin