Universitas Airlangga Official Website

Mahasiswa KKN BBK UNAIR Edukasi Anti-Bullying di Desa Sumberbendo

Mahasiswa Kelompok KKN BBK 5 UNAIR Desa Sumberbendo saat Pelaksanaan PEKA (Foto: Dok. Narasumber)
Mahasiswa Kelompok KKN BBK 5 UNAIR Desa Sumberbendo saat Pelaksanaan PEKA (Foto: Dok. Narasumber)

UNAIR NEWS – Mahasiswa Kelompok Kuliah Kerja Nyata (KKN) Belajar Bersama Komunitas (BBK) 5 Universitas Airlangga (UNAIR) melaksanakan program Peduli dan Edukasi Kita tentang Anti Bullying (PEKA). Kegiatan berlangsung di Desa Sumberbendo, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun. Program tersebut berlangsung pada hari Jumat (10/01/2025) hingga Selasa (14/01/2025). Program ini bertujuan meningkatkan kesadaran siswa, orang tua, dan guru akan pentingnya menciptakan lingkungan bebas dari bullying sejak usia dini.

Ketua Program PEKA, Salma Safitri Iskandar, menjelaskan bahwa pemilihan tema ini berdasar pada tingginya kasus bullying di lingkungan sekolah. “Kasus bullying seringkali berdampak buruk pada perkembangan psikologis anak. Desa Sumberbendo memiliki siswa-siswi dengan latar belakang budaya yang beragam, sehingga kesadaran untuk menciptakan lingkungan aman, sehat, dan inklusif sangat penting,” ungkap mahasiswi angkatan 2022 itu.

Program PEKA berlangsung dalam beberapa rangkaian kegiatan. Mahasiswa S1 Ekonomi Islam itu menjelaskan bahwa pada hari pertama dan kedua, mahasiswa KKN mengajar siswa kelas 1–6 di SDN 02 dan 04. Materi yang tim KKN UNAIR jelaskan meliputi nilai-nilai anti-bullying, pendidikan karakter, serta pembelajaran tematik. “Hari ketiga diisi dengan fun games yang bertujuan menguatkan kerja sama dan rasa saling menghormati. Kegiatan simbolis berupa cap tangan sebagai komitmen anti-bullying menjadi penutup rangkaian kegiatan pada hari keempat,” ucap Salma. 

Program KKN ini melibatkan kolaborasi dengan guru-guru di SDN 02 dan 04, yang turut mendukung penyusunan jadwal dan relevansi materi. Salma juga menyampaikan bahwa tantangan utama dalam pelaksanaan program ini adalah menyesuaikan pendekatan edukasi dengan kebutuhan setiap jenjang kelas. “Kami harus memastikan materi yang kami sampaikan dapat mereka pahami dan relevan dengan usia siswa, sehingga proses edukasi berjalan efektif,” tambahnya.

Meskipun baru selesai, dampak program sudah terlihat. Siswa mulai memahami apa itu bullying dan mengapa perilaku tersebut harus dihindari. Salma mengungkapkan, siswa juga lebih berani menyuarakan pengalaman yang sebelumnya sulit terucap. “Melalui cap tangan sebagai simbol komitmen, kami berharap siswa, guru, dan orang tua semakin termotivasi untuk menciptakan lingkungan sekolah yang lebih aman,” ujar Salma.

Pada akhir, Salma berharap kegiatan ini dapat berlanjut sebagai program sekolah yang berkesinambungan. “Kami ingin semua pihak berkomitmen mendukung siswa mengembangkan empati dan rasa saling menghormati,” tutupnya.

Penulis: Hana Mufidatuz Zuhrah

Editor: Edwin Fatahuddin