Sumber daya alam minyak dan gas sangatlah penting bagi kehidupan manusia. Tidak hanya di Negara kita, Indonesia. Namun juga di seluruh penjuru dunia. Akan tetapi, SDA tersebut tidak mudah untuk didapat, pasalnya dibutuhkan eksplorasi yang terus menerus untuk mengetahui letak SDA itu di Indonesia. Hal tersebut karena proses pembentukan migas membutuhkan waktu jutaan tahun dan terdapat di dalam bumi. Eksplorasi yang dilakukan, tidak membutuhkan biaya yang sedikit. Butuh investor yang bersedia menyuntikkan dana yang besar untuk mendukung eksistensi dan operasional perusahaan di sektor tersebut. Mengingat, ketersediaan SDA tersebut tidak sebanding dengan kebutuhan konsumsi yang terus menerus mengalami peningkatan. Guna menarik perhatian investor, maka salah satu manajemen perusahaan adalah menggunakan income smoothing. Perataan laba tersebut digunakan untuk menimalisir fluktuasi laba agar perusahaan terlihat stabil. Cara tersebut dilakukan dengan mentransfer pendapatan dari tahun-tahun berpenghasilan tinggi ke periode berpenghasilan rendah. Dampak dari praktik perataan laba dapat menyebabkan hasil informasi laba yang kurang akurat. Ini dapat merugikan bagi mereka yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Nah, adapun faktor yang mempengaruhi income smoothing antara lain: Ukuran perusahaan, leverage keuangan, profitabilitas, dan kepemilikan publik.
Perlu diketahui bersama bahwasanya pada tahun 2012 hingga 2016 terjadi penurunan jumlah realisasi pengeboran sumur eksplorasi. Alhasil, volume produksi migas tidak imbang dengan volume tambahan cadangan baru dari segi eksplorasi. Income smoothing pun dilakukan oleh perusahaan di sektor ini. Hal tersebut dilakukan supaya investor tidak menarik dana yang telah diinvestasikan. Terdapat empat factor yang mempengaruhi perataan laba yang telah disebutkan sebelumnya. Berdasarkan keempat factor tersebut, hanya variabel ukuran perusahaan saja yang secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap income smoothing perusahaan migas di bursa efek Indonesia (BEI). Tentu saja itu sangat menarik, karena hanya ukuran perusahaan saja yang berpengaruh secara signifikan. Ukuran perusahaan berarti besar kecilnya kekayaan perusahaan yang dipresentasikan oleh jumlah aktiva perusahaan dalam periode akuntansi tertentu. Berbeda dengan variabel ukuran perusahaan, ketiga variabel yang lain tidak signifikan berpengaruh terhadap pelaksanaan income smoothing.
Berdasarkan perspektif ekonomi Islam, income smoothing tidak diperkenankan. Mengapa demikian? Karena bersifat menipu. Laporan dan kondisi yang dilaporkan saat ini tidak sesuai dengan kenyataannya saat ini. Namun, ternyata terdapat kebijakan dari DSN MUI mengenai income smoothing. Mereka memperbolehkan perataan laba di suatu lembaga dengan catatan yaitu memenuhi beberapa syarat. Pertama, akad mudharabah muqayyadah, yaitu menyisihkan keuntungan nasabah yang melebihi tingkat bagi hasil yang diproyeksikan. Akad mudharabah mutlaqah yaitu berasal dari penyisihan selisih laba perusahaan yang elebihi tingkat proyeksi imbalan untuk penyesuaian bagi hasil. Syarat: Bagi hasil aktual melebihi tingkat imbalan yang diproyeksikan, mendapat izin investor. Kedua, perataan laba dapat dilakukan oleh perusahaan yang berpotensi menimbulkan risiko penariakan dana investor akibat tidak kompetitif. Namun, harus ditentukan oleh pengurus perusahaan terkait berdasarkan SOP dan pendapat DPS.
Lebih dari itu, Rasulullah SAW telah memberikan tauladan tentang berniaga yang baik, begitu juga dengan Siti Khadijah. Kedua pengusaha yang sukses tersebut mengajarkan kepada pengusaha yaitu amanah dan akhlak yang baik. Selanjutnya profesional yakni dengan senantiasa mengelola mentalitas usaha dengan baik, menggunakan sistem upah dan bagi hasil, mendelegasikan pekerjaan kepada ahlinya, mampu membaca peluang dan pasar. Kemudian, beriman dan selalu berpegang teguh pada kebenaran serta berbagi kepada sesama: Bersedekah
Oleh karena itu, income smoothing sebaiknya tidak dilakukan oleh perusahaan besar, Meskipun, diperbolehkan oleh DSN MUI seperti yang terdapat dalam lembaga keuangan syariah tersebut, meskipun untuk citra positif perusahaan di mata eksternal. Masih ada cara lain selain income smoothing yang sesuai dengan syariat Islam seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan Siti Khadijah. Namun, jika cara tersebut tidak ampuh, maka atas dasar kemaslahatan income smoothing diperbolehkan. Hal tersebut karena, jika investor mengambil dananya di perusahaan tambang migas dalam jumlah yang cukup besar, maka perusahaan akan lemah dan bisa jadi bangkrut. Sedangkan, di sisi lain migas merupakan bahan yang penting dalam aktivitas sehari-hari dan menyangkut kebutuhan dharuriyat, salah satunya adalah untuk memasak makanan, sarana untuk beribadah, dan sebagainya.
Penulis: Sri Herianingrum
Departemen Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga
Link terkait tulisan di atas: FACTORS INFLUENCING INCOME SMOOTHING PRACTICE IN THE OIL AND NATURAL GAS MINING COMPANIES DURING 2012-2016 PERIODE
https://giapjournals.com/index.php/hssr/article/view/hssr.2020.8146