UNAIR NEWS – Ada dua perihal penting yang menjadi catatan tim evaluasi terhadap program World Class University yang diimplementasikan oleh sivitas akademika Universitas Airlangga. Kedua hal itu dalam kriteria lembaga pemeringkatan Quacquarelli Symonds (QS) World University Ranking (WUR) disebut sebagai reputasi akademik (30%), dan reputasi alumni yang bekerja (10%).
Dalam bidang reputasi akademik, UNAIR diharap konsisten dengan program-program yang telah dibuat dalam skema WCU. Prof. Hermawan, tim evaluasi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi untuk program WCU, mengatakan UNAIR sudah memiliki program-program menarik. Hanya saja, kuantitas dan kualitas program tersebut perlu ditingkatkan.
Pernyataan itu disampaikan oleh Prof. Hermawan usai kegiatan evaluasi kinerja program WCU, Jumat (12/8). Pelaksanaan evaluasi dilakukan di Ruang Sidang Pleno dan dihadiri oleh Rektor UNAIR beserta jajarannya, serta unit kerja yang berkaitan dengan program WCU. Program-program menarik yang telah dibuat UNAIR dalam skema WCU diantaranya adalah Attracting Global Talent, serta konferensi dan seminar internasional.
Prof. Hermawan mengakui bahwa UNAIR memiliki banyak potensi untuk dikembangkan. Namun, potensi itu perlu digarap dengan serius agar suatu saat UNAIR bisa sejajar dengan perguruan tinggi lainnya di Indonesia yang lebih unggul, seperti Universitas Indonesia. Prof. Hermawan mengakui bahwa UNAIR kalah mencuri langkah awal dibandingkan kampus lain.
“UNAIR ini memiliki potensi luar biasa, sehingga suatu saat nanti, saya berharap UNAIR bisa sejajar dengan Universitas Indonesia. Karena memang UI sudah memulai program WCU sejak sepuluh tahun yang lalu. Dan yang lainnya memang sedikit terlambat dalam memberikan perhatian. Tapi potensinya sama persis sehingga menurut saya UNAIR bisa mewakili Indonesia di kancah dunia,” tutur Prof. Hermawan.
Ia menyarankan agar UNAIR terus menggali potensi-potensi sivitas akademika yang bisa digarap dan ditingkatkan. Misalnya saja, melipatgandakan jumlah profesor dari kampus luar negeri yang melakukan penelitian di UNAIR. Bisa pula dilihat dari penyelenggaraan konferensi internasional.
“Terus saja digali hal-hal yang dianggap kecil dan terlewat. Bisa digali dari segi angka-angka, misalnya berapa jumlah international conference, apakah bisa didobelkan (dilipatgandakan, red). Berapa banyak profesor, apakah itu bisa didobelkan. Angka-angka itu diharapkan bisa mengikuti skornya dalam perankingan dunia,” imbuh Prof. Hermawan.
Di bidang penelitian, Prof. Hermawan mengakui bahwa produktivitas peneliti bidang sosial humaniora masih cukup rendah. Kondisi tersebut terjadi di kampus-kampus Indonesia. Padahal, target jumlah penelitian itu sudah disesuaikan dengan situasi akademik peneliti masing-masing fakultas. Apabila jumlah target yang ditentukan tidak tercapai, kondisi itu akan membebani bidang lainnya yang sudah maju. Pada tahun-tahun berikutnya, Dikti akan mengangkat peneliti dari ilmu sosial agar lebih produktif. (*)
Penulis : Defrina Sukma S.
Editor : Binti Q. Masruroh