Universitas Airlangga Official Website

Karakteristik Dewan Komisaris, Dewan Direksi dan Kinerja Keberlanjutan di Indonesia

Ilustrasi oleh Maxmanmore

Permasalahan keberlanjutan yang meliputi isu-isu sosial, ekonomi, dan lingkungan  telah menjadi perhatian seluruh bangsa. Hal tersebut diwujudkan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa dengan Sustainable Development Goals (SDGs) yang terdiri dari 17 tujuan dan  direncanakan akan dicapai dalam kurun waktu 15 tahun (2015-2030). Seluruh perusahaan  dituntut oleh para stakeholder untuk terus mendorong kesadaran manajemen dalam  menjalankan tanggungjawab perusahaannya, antara lain dalam mengatasi global warming  dan human rights yang telah menjadi masalah global. Para stakeholder berharap perusahaan  secara berkesinambungan dapat mewujudkan visi dan misinya dalam jangka panjang. Untuk  mewujudkan visi dan misi perusahaan perlu membangun kepercayaan para stakeholder. 

Kajian ini dilakukan dengan menggunakan tiga teori utama, yaitu teori agency  (Jensen & Meckling, 1976), teori upper echelons (Hambrick & Mason, 1984), dan teori  sustainability (Meadows dkk., 1972). Teori agency menyatakan bahwa terdapat perbedaan  kepentingan antara shareholders dan agents. Untuk mencapai sustainability perusahaan,  teori ini lebih menekankan mekanisme dewan dalam mengimplementasikan strategi yang  secara etis dan memberikan manfaat bagi perusahaan. Teori upper echelons berfokus pada  karakteristik pimpinan dalam menetapkan strategi, mengeksekusi serta menilai  kinerjaperusahaan, seperti pendidikan dan pengalaman mereka sebelumnya. Teori  sustainability menyatakan bahwa perusahaan harus mampu menyeimbangkan aktivitas aktivitas ekonomi, sosial dan lingkungan agar perusahaan tetap berkesinambungan.  

Good Corporate Governance (GCG) berperan penting dalam mengurangi konflik  tersebut dan menjaga kepercayaan para stakeholder terhadap perusahaan. Terdapat lima  prinsip GCG yakni prinsip fairness, accountability, responsibility, transparency, dan  independency. Implementasi prinsip-prinsip ini menjadi landasan perusahaan dalam  melaporkan sustainability performance. GCG mampu memengaruhi pembangunan sosial,  ekonomi, dan lingkungan untuk kebutuhan sekarang dan yang akan datang. Dewan komisaris  dan dewan direksi mampu merumuskan strategi dan mengeksekusi untuk mencapai  sustainability perusahaan. Pada sistem GCG two-tier, peran pengawasan dilaksanakan oleh  dewan komisaris yang terpisah dengan dewan direksi yang melaksanakan pengelolaan  perusahaan. Sistem two-tier sampai saat ini masih dianut oleh Indonesia. Pemisahan peran  antara dewan komisaris dan dewan direksi dapat meningkatkan kualitas pengawasan, serta  meningkatnya transparansi dalam pengambilan keputusan (Pellegrini dkk., 2016). UU No  40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menjelaskan bahwa dewan komisaris memiliki  tanggungjawab untuk mengawasi dan menasihati dewan direksi terhadap strategi perusahaan  dan proses pengambilan keputusan.  

Kajian ini dilakukan pada perusahaan non-financial yang terdaftar di BEI pada  periode 2013-2017 dengan 117 pengamatan. Sumber data sekunder berasal ORBIS  database, laporan tahunan, dan sustainability report perusahaan. Laporan tahunan  perusahaan diperoleh dari laman resmi BEI dan laman resmi perusahaan. Sustainability  report diperoleh dari laman resmi perusahaan. Pengukuran sustainability performance pada  penelitian ini menggunakan pedoman GRI-G4 yang dapat diakses melalui laman resmi GRI. Dengan menggunakan model regresi linier berganda, kajian ini bertujuan untuk menguji  pengaruh antara karakteristik dewan komisaris dan karakteristik dewan direksi terhadap masing-masing komponen sustainability performance, yaitu economic, social dan environment sustainability performance

Kajian menunjukkan hasil empirik sebagai berikut: (1) Ukuran dewan komisaris  berpengaruh positif terhadap economic sustainability performance, berpengaruh negatif  terhadap social sustainability performance, dan tidak terdapat pengaruh terhadap  environment sustainability performance; (2) Pendidikan komisaris utama berpengaruh  negatif terhadap economic sustainability performance dan environment sustainability  performance, serta tidak berpengaruh terhadap social sustainability performance; (3)  Ukuran dewan direksi berpengaruh negatif terhadap economic sustainability performance  dan environment sustainability performance, serta tidak berpengaruh terhadap social  sustainability performance; (4) Pendidikan direktur utama berpengaruh negatif terhadap  economic sustainability performance, serta tidak berpengaruh terhadap environment  sustainability performance dan social sustainability performance. 

Kajian ini membawa implikasi teoritis maupun praktis. Pertama, kajian ini  memberikan peluang untuk mengembangkan lebih lanjut teori agency, upper echelon dan  sustainability, khususnya penelitian-penelitian yang memberikan bukti empirik pada  lingkungan GCG sistem two-tier. Kedua, kajian ini berimplikasi terhadap kebijakan  regulator (Otoritas Jasa Keuangan) tentang pelaporan korporasi, khususnya aturan bagi  perusahaan yang terdaftar di BEI untuk menerbitkan sustainability report menjadi bersifat  mandatory. Ketiga, Kajian ini juga berimplikasi pada penentuan standar yang seragam bagi  perusahaan yang menerbitkan sustainability report agar dapat diperbandingkan, misalnya  pemilihan Global Reporting Initiative (GRI) Standards atau standar-standar lainnya. 

Penulis: Bambang Tjahjadi, Noorlailie Soewarno, Febriani Mustikaningtiyas, 

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2405844021005582