UNAIR NEWS – Tim Abdimas Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR) menyelenggarakan pengabdian masyarakat bertajuk Ruwat Kemandirian Komunitas Tawangalun melalui Studi Naskah Pentas Wayang Wong Bollywood. Program itu berlangsung di Desa Buncitan, Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo dari bulan Maret hingga Oktober 2023.
Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia UNAIR Harum Munazharoh SS MA menjadi penanggung jawab dalam kegiatan tersebut. Dalam wawancara pada Selasa (20/6/2023), ia mengungkapkan bahwa kegiatan itu berawal dari inisiasi Komunitas Tawangalun yang membuat kostum dan menamainya sebagai wayang wong.
“Pengabdian ini berawal dari inisiasi Komunitas Tawangalun yang menciptakan kostum saat festival kemerdekaan, mereka menyebutnya sebagai wayang wong. Kalau namanya wayang wong kan seharusnya ada komponen pendukungnya,” ungkapnya.
Bertolak dari masalah tersebut, ia bersama Tim Abdimas lainnya bermaksud untuk melakukan pelatihan dan pendampingan kepada Komunitas Tawangalun. Tujuannya adalah agar mereka bisa memenuhi komponen naskah pertunjukan dan persyaratan untuk menyebutnya sebagai wayang wong.
Memulainya dengan Sarasehan
Sarasehan berlangsung pada Minggu (18/6/2023) dan menjadi acara pembuka dalam kegiatan pengabdian tersebut. Harum menyebut bahwa sarasehan bertujuan untuk menyosialisasi Wayang Wong Bollywood sebagai ikon dari Buncitan.
“Wayang wong sejatinya dapat menjadi ikon Buncitan. Karenanya, perlu sosialisasi dan kesepakatan bersama bagaimana produksi dan tata kelola komunitasnya,” ujarnya.
Dalam sarasehan itu, sambungnya, ia mengundang dua pembicara handal untuk memberikan gambaran pertunjukan wayang. Pembicara pertama adalah Genter Saparno, seniman wayang wong Padepokan Tjipta Boedaja dan yang kedua adalah Hamdani, dalang muda dari FIB UNAIR.
“Sebagaimana kesenian yang terus peka zaman, Wayang Wong Bollywood dapat diramu sejalan kekhasan Buncitan. Mas Genter memberikan pengetahuan memulai dan kompleksitas komponen wayang wong dan wayang topeng padepokan.”
“Di lain sisi,” lanjut Harum, “Ki Hamdani berbagi pengalaman soal pengelolaan naskah dalam sebuah pertunjukan wayang kulit,” imbuhnya.
Saparno sebagai pembicara pertama memutarkan film dokumenter Suran dari padepokannya untuk memberikan gambaran tentang pementasan wayang. Sementara itu, Hamdani memberikan sosialisasi tentang profesionalitas dalang muda dan pengembangan naskah pentas.
Berlanjut dengan Pelatihan dan Pendampingan
Tidak berhenti di situ, nantinya Komunitas Tawangalun akan menerima pendampingan dan pengembangan naskah secara khusus dari Tim Abdimas dan Takin. Ia adalah salah satu pegiat pementasan teater. Pelatihan dan pendampingan itu bertujuan untuk membantu Komunitas Tawangalun pada saat penyusunan naskah pementasan.
“Pendampingan dan penggalian ide naskah bersama kawan panggung teater dalam rangka memberikan gambaran kebebasan bentuk naskah dan pementasannya,” jelasnya.
Luaran yang Menjadi Tujuan Pengabdian Masyarakat
Pada akhirnya, pengabdian masyarakat ini menjadi jalan bagi Komunitas Tawangalun agar dapat mempunyai komponen dasar pentas, yakni naskah. Dengan demikian, mereka akan dapat memproduksi mandiri melalui gambaran pendokumentasian proses penciptaan naskah bersama.
“Maujudnya naskah, semoga menyulut api kemandirian lanjutan, pentas wayang wong untuk tujuh belasan, misalnya,” pungkasnya. (*)
Penulis: Muhammad Badrul Anwar
Editor: Nuri Hermawan