UNAIR NEWS – Tahun ini, masyarakat Indonesia telah dihadapkan pada iklim Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dengan berlakunya pasar bebas ASEAN ini masyarakat harus bisa bersaing secara internasional, karena kemungkinan pesaing bukan hanya dari Indonesia, namun dari berbagai negara di ASEAN.
Dalam rangka memberikan informasi mengenai peluang dan tantangan pustakawan menghadapi MEA, perpustakaan Universitas Airlangga mengadakan seminar bertajuk “Peluang dan Tantangan Karir Pustakawan Menghadapi AEC” pada Selasa, (26/1). Hadir sebagai pembicara dalam seminar ini yaitu Drs. Abimanyu Poncoatmojo I., M.M dari Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Timur, dan Juhaeri, SE., SS., MM., dari Badan Perpustakaan Provinsi Jawa Timur.
Seminar ini dibuka oleh kepala perpustakaan UNAIR, Prof. Dr. I Made Narsa, SE., M.Si., Ak., C.A, dan dihadiri kurang lebih 80 orang tenaga perpustakaan dari berbagai instansi dan lembaga. Bukan hanya dari Surabaya, namun juga dari beberapa daerah di Jawa Timur dan Bali.
Menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Perpustakaan Nasiobal RI mencanangkan “Sertifikasi Pustakawan.” Adanya sertifikasi pustakawan ini salah satunya adalah untuk melindungi profesi pustakawan yang ada di Indonesia.
“Pustakawan dari luar kalau tidak tersertifikasi tidak bisa menjadi pustakawan di sini. Harus ada batasan, untuk melindungi tenaga kerja yang ada di Indonesia. Tapi kalau kita bagus dan profesional, kita bisa bersaing dengan mereka,” papar Abimanyu.
Banyak manfaat yang didapat dengan diadakannya sertifikasi pustakawan, diantaranya membantu perpustakaan meyakinkan kepada pemustaka bahwa pelayanan perpustakaan dilakukan oleh tenaga yang kompeten, membantu perpustakaan dalam rekruitmen dan mengembangkan tenaga berbasis kompetensi, memastikan perpustakaan mendapatkan tenaga yang kompeten, membantu perpustakaan dalam sistem pengembangan karir dan remunerasi tenaga berbasis kompetensi, serta memastikan dan meningkatkan produktivitas.
Pada kesempatan ini Abimanyu mengajak para pustakawan untuk meningkatkan softskill dan hardskill yang terampil. Ia juga menyarankan agar para pustakawan di Indonesia menjalin kerjasama antar pustakawan se-ASEAN. Abimanyu juga menegaskan bahwa dengan adanya sertifikasi ini para pustakawan harus lebih profesional dan banyak-banyak berinovasi.
“Kalau tenaga profesional tidak kita siapkan terlebih dahulu secara profesional, matilah kita. Profesionalisme pustakawan harus digali yang sesuai dengan kompetensi dan keahlian,” tutur Abimanyu.
Juhaeri, sebagai pembicara kedua, menerangkan kepada para peserta bahwa Indonesia merupakan negara yang banyak diincar oleh negara lain karena memiliki banyak potensi. Pustakawan Indonesia harus memiliki standar tertentu agar mampu bersaing secara internasional.
“Standar menjadi alat yang berdaya guna untuk mengarahkan perubahan positif guna merespon isu-isu global yang menyentuh berbagai aspek kehidupan. Standar kata kunci persaingan,” ujar Juhaeri.
Adanya sertifikasi pustakawan ini bertujuan untuk mencetak pustakawan yang kompeten di bidang pekerjaan dan keahlian, serta memastikan SDM yang disertifikasi mempunyai kualitas yang sama, sehingga mampu bersaing dan menjawab tantangan global.
Perlu ditekankan bahwa sertifikasi pustakawan ini tidak seperti sertifikasi guru pada umumnya yang mendapatkan dana insentif khusus. Sertifikasi pustakawan dilakukan untuk mengukur dan melihat seseorang kompeten di bidangnya. Namun, ke depan akan diperhitungkan tentang insentif bagi mereka yang tersertifikasi.
“Sekarang tidak ada. Tapi ke depan akan dipikirkan dan diperhitungkan,” ujar Juhaeri. (*)
Penulis : Binti Q. Masruroh
Editor : Inda Karsunawati