UNAIR NEWS – Kecanggihan teknologi memudahkan seseorang untuk mendapat pundi-pundi rupiah. Salah satu yang sedang menjadi tren adalah tayangan langsung atau live di media sosial Tiktok yang menampilkan seseorang mandi di kubangan air bercampur lumpur.
Ironisnya, pemeran dalam tayangan langsung tersebut kebanyakan dari mereka merupakan orang tua. Mereka akan mendapat uang dari gift berbagai macam karakter yang dikirimkan oleh penonton. Gift yang mereka peroleh ini dapat ditukar dengan uang asli. Kedinginan hingga badan mereka menggigil kerap kali terekam dalam tayangan tersebut.
Fenomena Eksploitasi Kemiskinan
Angga Prawadika Aji SIP MA dosen Departemen Komunikasi Fakultas Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR) mengatakan bahwa saat ini media sosial menjadi tempat untuk mendapatkan dua hal, yaitu kepopuleran dan uang. Saat ini penyedia konten di media sosial tengah berlomba untuk menyajikan sesuatu yang dapat menarik perhatian masyarakat.
“Orang-orang ini berupaya untuk menarik perhatian dengan berbagai macam strategi, salah satunya live mandi lumpur di Tiktok itu,” katanya.
Angga menjelaskan bahwa praktik ini sudah lama terjadi. “Tayangan eksploitasi kemiskinan ini sudah sering kali muncul dan penontonnya banyak. Dimulai dari konten yang ada di televisi kemudian praktik semacam ini dibawa ke platform lain seperti Tiktok,” jelasnya.
“Tujuannya tentu untuk mendapat popularitas dan bersaing dengan penghasil konten lain. Dimana popularitas ini bisa menghasilkan uang. Mau tidak mau praktik eksploitasi kemiskinan semacam ini diakui bisa menarik perhatian orang banyak,” tambahnya.
Perlombaan untuk menarik perhatian masyarakat ini, kata Angga, menjadikan kreator konten media sosial sering melupakan nilai moral dan etika yang sejatinya harus selalu mereka junjung. Fenomena eksploitasi kemiskinan menurut Angga hanyalah permulaan saja. Kedepannya praktik semacam ini bisa terjadi lebih ekstrim untuk menarik perhatian masyarakat.
“Masalahnya adalah kurangnya pemahaman atas moral dan etika di internet serta keinginan mendapat popularitas secara singkat,” ungkapnya.
Peran Netizen
Literasi digital perlu ditingkatkan guna menanggapi permasalahan ini. Literasi digital tidak hanya menampilkan cara menggunakan media sosial yang baik dan benar namun juga dampak dari konten yang dihasilkan.
Sementara itu, netizen memiliki peran penting untuk menghentikan praktik eksploitasi kemiskinan semacam ini. “Netizen punya power yang lebih besar ketika ada sesuatu yang menyimpang seperti ini. Netizen bisa bersatu untuk menekan praktik yang salah ini, bahwa praktik ini hanya menempatkan masyarakat rural sebagai bahan candaan saja,” kata Angga.
Tips Membuat Konten
Meski menjadi kreator konten tidak mudah, Angga berpesan kepada masyarakat untuk tetap mengedepankan nilai moral dan etika. “Konten yang mengedepankan nilai moral dan etika akan jauh lebih bertahan lama,” terangnya.
Selain itu Angga turut membagikan tips bagi masyarakat yang ingin menjadi kreator konten. Pertama, buatlah konten yang tidak kontroversial. “Tayangan kontroversial seringkali menjadi boomerang. Hal ini mudah sekali untuk ditinggalkan masyarakat,” tuturnya. Kedua, menurut Angga, banyak cara untuk menarik perhatian masyarakat. “Jangan khawatir karena banyak topik lain yang bisa diangkat seperti konten lucu, menarik, dan lebih berkelas,” tutupnya. (*)
Penulis: Icha Nur Imami Puspita
Editor: Binti Q. Masruroh