UNAIR NEWS – Prestasi membanggakan kembali alumnus Universitas Airlangga (UNAIR) raih. Farizal Rizky Muharam namanya, alumnus Fakultas Kedokteran (FK) UNAIR tersebut berhasil lolos di Harvard Medical School, Harvard University.
Ia mengambil program Master Global Health Delivery untuk melanjutkan studi master di Harvard University. Farizal beralasan bahwa saat ini dunia kesehatan tengah diuji terkait kesenjangan dan kebijakan. Hal ini memunculkan semangat padanya untuk melihat kesehatan secara luas.
Bocorkan Rahasia
Lalu bagaimana cara Farizal bisa menembus salah satu perguruan tinggi terbaik dunia tersebut? Simak beberapa tips dan trik yang ia bocorkan kepada tim UNAIR News pada Rabu (21/6/2023).
Hal pertama yang harus calon pendaftar lakukan adalah menentukan tujuan. Tujuan ini menurut Farizal adalah hal yang penting untuk menentukan langkah selanjutnya.
“Harus paham tujuan yang mau kita capai dan apa dampaknya saat pulang ke Indonesia nanti. Kalau alasan kita kuat maka semua prosesnya akan mengikuti,” katanya.
Langkah kedua adalah membangun rekam jejak yang baik. Rekam jejak yang baik ini akan terlihat pada daftar riwayat hidup. Saat menyusun daftar riwayat hidup, Farizal menyarankan untuk fokus pada bidang yang ingin dipelajari di Harvard University.
“Saya fokusnya pada kebijakan kesehatan. Jadi yang saya tonjolkan adalah pengalaman organisasi, relawan, hingga internship. Saya juga memasukkan pengalaman penelitian terkait dengan kebijakan publik,” jelasnya.
Ia turut menambahkan bahwa jangan segan untuk selalu berdiskusi dengan dosen dan membina hubungan baik dengan mereka. Salah satu persyaratan yang harus calon mahasiswa Harvard University penuhi adalah adanya surat rekomendasi. Surat ini bisa diterbitkan oleh instansi tempat kerja atau dosen saat kuliah.
“Saat berhubungan sama dosen-dosen, saya banyak berdiskusi dengan mereka dan membina hubungan baik. Jadi jika meminta rekomendasi nantinya lebih mudah dan tidak bingung,” tambahnya.
Kemampuan Bahasa Inggris
Hal tak kalah penting adalah kemampuan bahasa Inggris. Kesulitan setiap orang pada komponen kemampuan bahasa Inggris berbeda-beda. Farizal mengungkapkan bahwa ia sempat kesulitan pada komponen writing dan speaking. Namun hal ini tak jadi kendala berarti karena ia hadir di lingkungan yang mendukung setiap proses yang ia lalui.
“Kalau dari writing saya coba untuk menulis paper. Kalau speaking, latihan bersama teman-teman melatih kemampuan bicara sekaligus diskusi,” ungkapnya.
Saat ini untuk mengikuti tes kemampuan bahasa Inggris cukup mudah. Masyarakat bisa menggunakan aplikasi tes kemampuan bahasa Inggris yang bebas akses. Biayanya juga lebih murah. Beberapa kampus dunia telah memperbolehkan calon mahasiswanya menggunakan aplikasi ini, salah satunya Harvard University.
“Tes melalui aplikasi sama saja sulitnya dengan tes pada umumnya. Hanya saja biayanya lebih murah dan bisa dilakukan dimana saja,” ujarnya.
Penerima beasiswa LPDP tersebut berpesan kepada masyarakat untuk terus bermimpi setinggi mungkin. Ia optimis bahwa kemampuan masyarakat Indonesia tidak kalah dengan negara lain. “Anak Indonesia itu nggak kalah sama orang dari negara lain. Kalau kita bermimpi maka carilah jalan. Jangan lupa berdoa dan minta restu orang tua,” pungkasnya. (*)
Penulis: Icha Nur Imami Puspita
Editor: Binti Q. Masruroh