Universitas Airlangga Official Website

Angkat Kearifan Lokal Atasi Pernikahan Dini, Ksatria Airlangga Raih Perunggu PIMNAS

Safira Anisa Dewi, Maulia Gitawati Indiswari, Rhein Sasi Kirana, Salwa Humairo, dan Siska Novita Gozaly, mahasiswa UNAIR peraih perunggu PIMNAS 36 (Foto: Istimewa)
Safira Anisa Dewi, Maulia Gitawati Indiswari, Rhein Sasi Kirana, Salwa Humairo, dan Siska Novita Gozaly, mahasiswa UNAIR peraih perunggu PIMNAS 36 (Foto: Istimewa)

UNAIR NEWS – Universitas Airlangga (UNAIR) terus berkomitmen dalam menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarakat. Mencoba mengatasi permasalahan pernikahan dini di Madura, Ksatria Airlangga berhasil meraih medali perunggu dalam ajang Pekan Ilmiah Nasional (PIMNAS) ke-36. Dengan kategori Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Pengabdian Masyarakat (PM) di Universitas Padjadjaran (UNPAD).

Di bawah bimbingan Herdina Indrijati MPsi Psikolog tim ini terdiri dari Safira Anisa Dewi, Maulia Gitawati Indiswari, Rhein Sasi Kirana, Salwa Humairo, dan Siska Novita Gozaly. Safira bersama timnya membawakan judul Program Intervensi Kultural Masyarakat Torjun Sampang Berbasis Nilai Kepatuhan “BHUPPA-BHABHU-GHURU-RATO” Guna Menurunkan Angka Pernikahan Dini

“Kami menyadari pernikahan dini di Indonesia menjadi permasalahan yang cukup meresahkan. Sehingga kami berusaha berkontribusi untuk menyelesaikan permasalahan itu,” tutur Safira selaku ketua tim.

Maulina selaku anggota tim menerangkan, ide mengangkat isu pernikahan dini bermula dari salah satu anggota tim yaitu Salwa yang menceritakan masalah pernikahan dini di Madura. “Ide mengangkat isu pernikahan dini berawal dari Salwa yang menceritakan masalah itu terjadi di pondoknya. Namun setelah  kami telusuri, pernikahan dini juga sering ditemui di seluruh kota pada Jawa Timur ,” tutur Maulida.

Maulida melanjutkan, hal itu membuat tim mereka terdorong supaya bisa berkontribusi untuk menyelesaikan masalah pernikahan dini yang ada di Madura. Mereka memanfaatkan nilai kearifan lokal BHUPA-BHABHU-GHURU-RATO, Bhupa-Bhapu artinya orang tua, Ghuru artinya guru, Rato artinya pemerintah setempat. 

“Melalui nilai kearifan lokal itu, kami memilih kepala desa, perwakilan KUA, dan perwakilan puskesmas sebagai wajah dari kearifan lokal untuk diajak kerja sama. Kemudian, setelah memilih perwakilan tersebut, kami melakukan intervensi secara sistematis dan holistik agar bisa masyarakat terima,” terang Maulina.  

Safira mengatakan, proses perjalanan tim mereka hingga meraih medali perunggu PIMNAS bukanlah perjalanan yang mudah. Momen jatuh bangun, lelah, sudah mereka alami, apalagi mereka tetap berkewajiban menjalani perkuliahan. “Pastinya dalam prosesnya kami banyak sekali mengalami momen ups and down. Dihujani kegiatan PKM dan perkuliahan dalam waktu bersamaan membuat kewalahan,” tutur Safira.

Safira melanjutkan, namun tantangan itu berhasil mereka lewati selama tetap menentukan skala prioritas yang harus mereka kerjakan dahulu. Hingga akhirnya, penghargaan manis medali perunggu emas berhasil mereka raih.

Penulis: Muhammad Rizal Abdul Aziz

Editor: Yulia Rohmawati