Universitas Airlangga Official Website

Antropologi UNAIR Gelar Semnas Antrofest Soroti Budaya Kongkow di Kalangan Gen-Z

Suasana saat diskusi berlangsung dipandu oleh moderator. (Foto: Panitia)

UNAIR NEWS – Istilah nongkrong atau kongkow memang terdengar tidak asing bagi generasi muda. Pasalnya, nongkrong kini telah berkembang menjadi budaya yang kemudian diadopsi sebagai gaya hidup.

Melihat realitas itu, Himpunan Mahasiswa Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (UNAIR) mengadakan Seminar Nasional Antrofest 2022 bertajuk Budaya Kongkow sebagai Lifestyle Gen-Z Dilihat dari Perspektif Sosial Budaya dan Ragawi pada Kamis (1/12/2022). Antrofest tahun ini sukses digelar perdana secara luring.

Acara diawali dengan sambutan dari Drs Pudjio Santoso MSosio selaku ketua departemen antropologi. Selanjutnya, pemaparan materi oleh pembicara Rizky Sugianto P SAnt MSi, dosen antropologi ragawi UNAIR; Nabila Bidayah N SSos MA, dosen antropologi budaya Universitas Brawijaya; dan Roikan SSos MA, asisten peneliti UNAIR.

Dari perspektif Biological Anthropology, Rizky menyebut setiap tindakan manusia mempengaruhi aspek fisik tubuh. Salah satunya adalah aktivitas duduk yang paling sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, tak terkecuali saat nongkrong.

Ia juga menyampaikan dampak duduk pada jangka panjang yaitu risiko nyeri leher dan tulang belakang yang mana dapat berakibat buruk terhadap postur tubuh seperti skoliosis hingga potensi mengalami penyakit osteoarthritis dan kardiovaskular. Maka generasi Z sebagai digital native perlu aware dengan bahaya tersebut.

Sesi foto bersama peserta Antrofest 2022. (Foto: Panitia)

“Kalau tidak ingin merasakan sakit seperti generasi sebelumnya, mulai sekarang harus stay active dengan mengutamakan lower body. Jadi duduknya dikurangi, berdirinya dibanyaki,” kata perempuan yang akrab disapa Kiki itu.

Sementara Nabila membahas hubungan nongkrong dan eksistensi manusia. Menurutnya, kegiatan nongkrong tidak lepas dengan kafe sebagai tempat yang menggeser pola konsumsi sekaligus interaksi sosial.

Berbicara mengenai kafe tentu merujuk pada menu populer yakni kopi yang banyak diminati generasi muda. Nongkrong dan ngopi inilah kemudian menjadi gaya hidup yang memperjualbelikan ruang dan simbol  dengan prestise untuk menaikkan status sosial.

“Nah ini selaras sifat manusia yang butuh pengakuan, eksistensi, dan aktualisasi sehingga kebutuhan kalian tertutupi dengan kepuasan. Kalau kita ngomongin distinction of taste dari Baudrillard yang membuat seseorang memiliki kebiasaan untuk berada dalam kelas sosial tertentu,” tuturnya.

Pada akhir, Roikan membahas perubahan budaya kongkow dari yang semula tatap muka menjadi online sejak kemunculan pandemi Covid-19. Selain itu, forum kini tidak hanya bersifat privat, namun juga publik dengan adanya internet sebagai ruang kebebasan yang tetap memiliki pemegang kekuasaan sebagaimana kajian etnografi. (*)

Penulis: Sela Septi Dwi Arista

Editor: Binti Q. Masruroh